Mekanisme Perekrutan Hakim Agung pada Masa Reformasi

Oleh: Adhitya Johan Rahmadan

Pada reformasi terjadi perombakan besar-besaran terhadap tataran kekuasaan pemerintahan mulai dari Konstitusi yaitu UUD 1945 yang di amandemen empatkali sehingga mengakibatkan beubahnya tatanan pemerintahan berserta lembaga-lembagany tak terlepas kekuasaan kehakiman dan tatacra pemilihan hakim agungnya.

Konfigurasi proses perekrutan hakiam agung di era reformasi ini segera berubah hal tersebut ditandai dengan keadaan dimana Dewan Perwakilan Rakyat tampil sebagai lembaga yang sangat kuat (powerful). Apabila pada masa Orde baru kekuasaan pemerintah begitu kuat dan Dewan Perwakilan Rakyat lemah, maka setela era reformasi keadaan menjadi sebaliknya, kekuasaan Dewan prewakilan Rakyat menjadi lebih kuat daripada kekuasaan pemerintah.

Perubahan peta politik tersebut berdampak pula terhadap mekanisme perekrutan hakim agung dan pimpinan Mahkamah Agung. Dewan Perwakilan Rakyat pada masa reformasi ini praksis mengambil alih peran pemerintah dan Mahkamah Agung dalam proses rekruitmen hakim agung. Setelah era reformasi, proses pencalonan bakal calon hakim agung yang dikenal dengan fit and proper test jauh lebih demokratis, partisipatif, objektif dan transparan daripada era Orde Baru.

Pada era reformasi masyarakat dapat mengajukan nama bakal calon, melaporkan informasi tentang bakal calon melalui anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan Perwakilan Rakyat menjaringpandanga publik tentang bakal calon melaui pembuatan iklan layanan masyarakat di media cetak bersekala nasional.

Proses rekruitmen juga lebih objektif, karena tim yang dibentuk untuk menyusun aturan main dalam proses seleksi, dibuatnya persyaratan harus dipenuhi bakal calon apabila berkeinginan mengikuti proses seleksi atau meluangkan waktu diluar kerja normal untuk melakukan fit and proper test dan sebagainya. Proses rekrutmen semakin terlihat serius dengan digunakannya tiga kriteria sebagai parameter untuk menilai kelayakan bakal calon, yakni integritas, pemahaman hukum, serta visi dan misi selain penilaian aspek formal sebagaimana diatur dalam undang-undang. Meskipun demikian proses rekrutmen di era reformasi ini juga mengalami dua kelemahan utama, yaitu pertama, siapa yang melakukan proses seleksi dan kedua, bagaimana proses seleksi dilakukan.

Peraturan perundang-undangan yang tersedia tidak memberikan ketentuan yang jelas menganai bagaimana seharusnya proses seleksi hakim agung dilakukan. Hal ini menjadi persoalan yang sangat serius, karena dapat menimbulkan perbedaan penafsiran terhadap bagaimana seharusnya seleksi dilakukan. Manurut Ahasin Tohari dalam bukunya Komisi Yudisial dan Reformasi peradilan, Fit and prorer test yang dilakukan memiliki beberapa kelemahan, yaitu:
1. Masih tertutupnya beberapa proses dan informasi yang seharusnya terbuka. Misalnya terhadap klarifikasi awal terhadap segi administratif dan integritas bakal calon dilakukan secara tertutup dan publik tidak dapat mengetahui apa yang menjadi parameter seorang calon dapat atau tidak lulus;
2. Tidak atukurang maksimalnya partisipasi publik dalam proses perekrutan. Laporan dari masyarakat yang telah diterima tidak atau kurang ditelusuri labih jauh oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
3. Minimnya metode pengukuran obyektif untuk menilai calon. Meskipun Dewan Perwakilan Rakyat telah membuat klarifikasi untuk menilai kelayakan bakal calon, tetapi sama sekali tidak memadai;
4. Setringkali calon yang dipilih mempunyai keahlian yang tidak sesuai dengan kebituhan Mahkamah Agung;
5. Pengusulan untuk perekrutan Hakim Agung dapat dikatan lambat;
6. Dalam Proses fit and proper test, anggota DPR kurang memberikan penghargaan sepatutnya kepada bakal calon.

Setelah mempertimbagkan berbagaimacam kelemahan yang terdapat dalam pola rekrutmen selama ini, rumusan pasal 24B hadir pada saat yang tepat untuk memperbaikinya. Pemberian wewenang tersebut kepada lembaga khusus yang bersifat mandiri serta beranggotkan orang-orang yang mempunyai kompetensi di bidang hukum diharapkan dapat menutupi kelemahan Pemerintah, Mahkamah Agung dan Dewan Perwakilan Rakyat selama ini. Kehadiran Komisi Yudisial dapat menjadi Solisi.


0 comments:

Kode Etik

Informasi yang tersedia di pedulihukum.blogspot.com tidak ditujukan sebagai suatu nasehat hukum, namun hanya memberikan gambaran umum terhadap suatu informasi atau permasalahan hukum yang sedang dihadapi, kalau Anda mendapatkan info dari situs ini, mohon dikroscek kebenaranya, dengan Undang-Undang atau sumber hukum yang lain. Hal tersebut untuk menghindari pemahaman hukum yang salah.
 

Dari Redaktur

Pembaca Budiman

Peduli Hukum Copyright © 2009 Blogger Template WoodMag is Designed by Ipietoon for Free Blogger Template