Oleh : Adhitya Johan Rahmadan
Wanprestasi selalu menjadi kajian yang menarik,
karena perbuatan ingkar janji tersebut memiliki unsur-unsur dan dan syarat-syarat
tertentu, sehingga sebuah perbuatan ingkar janji yang dilakuakan dapat
dikategorokan sebagai perbuatan wanprestasi, semisal dalam perjanjian jual beli
sebuah mobil, setelah terjadi kesepakatan dan telah terjadi penyerahan barang
namuan salah satu pihak belum menyerahkan barang yang diperjanjiakan (mobil),
hal tersebut belum dapat langsung di sebut perbuatan wanprestasi, lalau bagaimana
wanprestasi dapat terjadi, untuk itu mari kita bahas lebih detail.
Menurut Salim HS: Wanprestasi adalah tidak memenuhi
atau lalai melakukan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian
yang dibuat antara kreditor dan debitor. (Salim HS, Pengantar, 2008 : 180) Kreditur adalah orang yang memiliki piutang atau
mempunyai kewajiban memberikan prestasi, debitur orang yang memiliki utang atau
mempunyai hak atas prestasi.
Sedangkan R.Susilo berpendapat wanprestasi adalah
kalau debitur tidak memenuhi janjinya atau memenuhi sebagaimana mestinya dan
kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya, maka dikatakan bahwa debitur
wanprestasi.( J Satrio, Hukum, 1999: 122) Wujud dari wanprestasi sendiri adalah
sebagai berikut ( J Satrio, Hukum, 1999: 133) :
- Debitur sama sekali tidak berprestasi
- Debitur keliru berprestasi
- Debitur terlambat berprestasi
Namun demikian, pada umumnya wanprestasi baru
terjadi setelah adanya pernyataan lalai (in mora stelling; ingebereke
stelling) dari pihak kreditor kepada debitur. Pernyataan lalai ini pada
dasarnya bertujuan menentukan tenggang waktu (yang wajar) kepada debitur untuk
memenuhi prestasinya dengan sanksi tanggung gugat atas kerugian yang dialami
kreditur. Menurut Undang-Undang peringatan (somatie) kreditur mengenai
lalainya debitur harus dituagkan dalam bentuk tertulis (vide Pasal
1238BW-bevel of sortgelijke akte). Jadi lembaga pernyataan lalai
merupakan upaya hukum untuk sampai pada fase debitur dinyatakan wanprestasi (Hernoko,
Hukum, 2013 : 261-262)
Menurut Niewenhuis adakalanya dalam keadaan tertentu
untuk membuktikan adanya wanprestasi debitur tidak diperlukanl lagi pernyataan
lalai, keadaan tersebut adalah sebagai berikut (Hernoko, Hukum, 2013 : 261-262):
- Untuk memenuhi prestasi berlaku tenggang eaktu yang fatal (fatale termijn);
- Debitur menolak pemenuhan
- Debitur mengakui kelalainnya;
- Pemenuhan prestasi tidak mungkin (di luar overmacht);
- Pemenuhan tidak lagi berarti (zinloos); dan
- Debitur melakukan prestasi tidak sebagaimana mestinya
Dengan adanya wanprestasi, pihak kreditor yang
dirugikan akibat kegagalan pelaksanaan perjanjian yang dilakukan debitur
mempunyai hak gugat dalam upaya menegakkan hak-hak kontraktualnya. Hal ini
diatur sebagaimana yang diatur dalam ketentuan Pasal 1267 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa: “Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat
memilih; memaksa pihak yang lain untuk memenuhi kontrak, jika hal tersebut
masih dapat dilakukan, atau menuntut pembetalan persetujuan, dengan pengantian
biaya, kerugian dan bunga” (Hernoko, Hukum, 2013 : 261-262).
Pihak kreditor tersebut dapat secara mandiri
diajukan maupun dengan gugatan-gugatan lain, meliputi (Hernoko, Hukum, 2013 : 263):
- Pemenuhan (nakoming); atau
- Ganti rugi (vervangende vergonding: schadeloosstelling);
- Pembubaran, pemutusan atau pembatalan (ontbinding);
- Pemenuhan ditambah ganti rugi pelengkap (nanokoming en anvullend vergoeding); atau
- Pembubaran ditambah ganti rugi pelengkap (ontbiding en anvulled vergoeding).
Pemenuhan (nakoming) merupakan prestasi
primer sabagaimana diharapkan dan disepakati parapihak dalam penutupan kontrak.
Gugatan pemenuhan prestasi hanya akan diajukan apabila pemenuhan prestasi
dimaksud telah tiba waktunya untuk dilaksanakan (opeisbaar-dapat ditagih).(Hernoko,
Hukum, 2013 : 263)
Ganti rugi merupakan upaya untuk memulihkan kerugian
yang prestasinya bersifat subsidair. Artinya apabila pemenuhan prestasi tidak
lagi dimungkinkan atau sudah tidak diharapkan lagi maka gantirugi merupakan
alternatif yang dapat dipilih oleh kreditur. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1243
KUHPerdata, ganti rugi meliputi : Biaya (kosten), rugi (schaden)
dan bunga (interessen). (Hernoko, Hukum, 2013 : 261-262)
Kerugian diartikan berkurangnya harta kekayaan pihak
satu (pihak yang dirugikan), yang disebabkan oleh perbuatan (baik melakukan
atau membiarkan) yang melanggar norma (i.c. wanprestasi) oleh pihak lain
(debitur). Kerugian dibentuk oleh perbandingan antara situasi sesungguhnya
(bagaimana dalam kenyataanya keadaan harta kekayaan sebagai akibat pelanggaran
norma. i.c. wanprestasi) dengan situasi hipotesis (situasi itu akan menjadi
bagaimana seadainya tidak terjadi pelanggaran norma, i.c. wanprestasi). Jadi
kerugian disini terdiri dari dua unsur, yaitu :
Pertama kerugian yang nyata yang diderita (damnum emergens),
meliputi biaya dan rugi. Kedua keuntungan yang tidak diperoleh (lucrum
cessans), berupa bunga. (Hernoko, Hukum, 2013 : 264)
Referensi :
- Hernoko, Agus Yudha, 2013, Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas Dalam Kontrak Komersial, Kencana Pranada Media Group, Jakarta.
- Salim. HS, 2008, Pengantar Hukum Perdata Tertulis, Sinar Grafika, Jakarta
- Satrio. J, 1999, Hukum Perikatan dan Perikatan Pada Umumnya, PT. Alumni, Bandung