Seorang Advokat dalam melakuakan Advokasi bagi subyek hukum termohon kasasi, saat mewakili kliennya membutuhkan surat kuasa khusus sebagai pihak yang terkasasi untuk memberikan jawaban dalam kontra memori kasasi, berikut ini saya lampirkan contoh surat kuasa termohon kasasi
Format surat kuasa tersebut dalam bentuk file PDF yang Anda dapat unduh melalui situs ziddu.com. untuk mengunduh file tersebut Klik Disini
Jika Anda kesulitan dalam menguduh file tersebut atau terdapat kerusakan dalam link download, Anda dapat komunikasikan dengan saya lewat kolom coment di halaman depan sebelah kanan Insya Allah saya berikan bantuan
Contoh Surat Kuasa Termohon Kasasi Perdata
Contoh Surat Kuasa Pemohon Kasasi Perdata
Seorang Advokat dalam melakuakan upaya hukum Kasasi saat mewakili kliennya membutuhkan surat kuasa khusus pihak yang melakukan Kasasi, berikut ini saya lampirkan contoh surat kuasa pemohon kasasi
Format surat kuasa tersebut dalam bentuk file PDF yang Anda dapat unduh melalui situs ziddu.com. untuk mengunduh file tersebut Klik Disini
Jika Anda kesulitan dalam menguduh file tersebut atau terdapat kerusakan dalam link download, Anda dapat komunikasikan dengan saya lewat kolom coment di halaman depan sebelah kanan Insya Allah saya berikan bantuan
Hukum Adat Jawa (sebuah pengantar)
Oleh : Adhitya Johan Rahmadan
Berbicara mengenai hukum adat, tentunya kita tidak akan berpaling dari apa yang dikemukakan oleh Snouck Horgronje. Istilah hukum adat semula diperkenalkan olehnya dengan sebutan “adatrech” (adat-adat), yang mempunyai sanksi-sanksi hukum, berlainan dengan kebiasaan-kebiasaan atau pendirian-pendirian yang tidak membayangkan arti hukum. Hingga pada tahun 1889 ia pergi ke Indonesia, dan dalam tahun 1889-1891 ia melakukan perjalanan di pulau Jawa kemudian mengumpulkan bahan-bahan tentang pendidikan agama Islam dan juga berhubungan dengan hukum adat.
Namun demikian, Soediman Kartohadiprodjo mengatakan bahwa Van Vollenhoven-lah yang memakai kata tersebut secara sadar dan mempertahankannya sebagai istilah yang setepat-tepatnya untuk kaidah-kaidah yang dimaksudkan, karena kaidah-kaidah ini sungguhpun tidak diberi bentuk undang-undang dan peraturan-peraturan tertulis lainnya, tetap merupakan hukum.
Hukum adat atas kedudukannya dalam tata hukum Nasional Indonesia merupakan hukum tidak tertulis yang berlaku sepanjang tidak menghambat terbentuknya masyarakat Sosialis Indonesia dan menjadi pengatur-pengatur hidup bermasyarakat.
Di Indonesia terdapat berbagai daerah hukum adat yang membedakannya di antara daerah-daerah hukum adat yang ada. Seperti telah diketahui, Van Vollenhoven dalam bukunya Het Adatrecht van Nederlands Indie membagi hukum adat dalam 19 wilayah hukum (rechtskringen). Perbedaan hukum adat di antara wilayah hukum tersebut timbul dari kebiasaan yang berlaku di kalangan masyarakat tertentu yang kemudian menjadi aturan dengan sanksi menurut kesepakatan bersama.
Dalam keterangan selanjutnya dijelaskan, bahwa dengan dibaginya wilayah berlakunya hukum adat di Indonesia dalam beberapa lingkungan hukum tersebut, yang menunjukan adanya perbedaan antara hukum adat di lingkungan hukum satu dengan lainnya, janganlah lalu dikira dalam sesuatu lingkungan hukum (Gajo-Alas dan Batak) misalnya, terdapat suatu kesatuan hukum, artinya bahwa dalam bagian satu di dalam lingkungan hukum itu hukumnya dalam segala hal sama dengan di bagian lain.
Dalam suatu lingkungan hukum masih didapatkan pula perbedaan. Akan tetapi perbedaan itu tidak menghilangkan pokok yang sama. Demikian halnya dalam lingkungan hukum adat Jawa.
Jawa sebagai daerah hukum adat yang menjadi obyek pembahasan dalam penelitian ini, kebiasaan-kebiasaan yang ada dan dilakukan dalam masyarakat adalah merupakan sebuah kepentingan bersama sebagai bentuk pranata hukum secara sosial. Bentuk Pranata hukum dalam masyarakat ini pada akhirnya dikenal dengan adat atau hukum adat.
Hukum adat yang berlaku di daerah tertentu dipengaruhi oleh sikap hidup dalam masyarakat sendiri (yang bersangkutan), “Adat”, baik sebagai hukum adat maupun sebagai adat-istiadat hanya dapat dipahami dengan menyelami kehidupan, menyelidiki asal mulanya serta mempelajari caranya orang menerangkan. Sedang sumber hukum adat Indonesia yang penting sekali adalah masyarakat itu sendiri. oleh karena itu, untuk memahami hukum adat di Jawa, maka perlu lebih dulu mengetahui bagaimana keberadaan masyarakatnya.
Masyarakat Jawa dalam kehidupan sosial dan budaya
Sebelum mengenal bagaimana keberadaan hidup orang Jawa, perlu diketahui pula daerah asal orang Jawa yaitu Pulau Jawa. Pulau Jawa merupakan daerah yang subur secara geografis. Maksudnya bahwa Pulau Jawa merupakan daerah gunung berapi yang memiliki sejumlah besar gunung berapi, baik yang masih bekerja maupun yang tidak. Sederet bukit-bukit kapur yang pada umumnya berbentuk rata terdapat di sana, dan dari lereng-lereng gunung dan bukit mengalir sungai-sungai yang membawa batu-batu muntahan gunung-gunung berapi ke limbah-limbah yang luas di tepi sungai-sungai yang besar. Lembah-lembah yang terdiri dari tanah pasir dan batu kerikil halus itu mengandung kesuburan yang tinggi untuk pertanian, dengan suatu kapasitas kandungan air yang tinggi pula. Karena itu Pulau Jawa di kenal dengan kesuburan tanahnya yang menghasilkan. Namun kesuburan tanah Pulau Jawa juga banyak dipengaruhi oleh iklimnya.
Keberadaan hidup orang Jawa, tak luput dari kehidupan sosial dan budaya orang Jawa yang memiliki corak baginya. Sedang kehidupan sosial dan budaya orang Jawa sendiri dilatarbelakangi oleh sisa-sisa kebiasaan-kebiasaan hidup pada zaman sebelumnya. Pengaruh dari sisa-sisa kebiasaan-kebiasaan hidup yang demikian menjadi ciri khas atau warna tersendiri bagi kehidupan sosial dan budaya orang Jawa.
Pengaruh tersebut dapat dimulai dari zaman berdirinya negara-negara Hindu-Jawa. Dalam kerajaan-kerajan agraris di Jawa maupun di banyak kerajaan kuno di Asia Tenggara, berkembang konsep khusus mengenai sifat raja. Dasarnya adalah kesadaran orang akan hubungan yang dekat antara susunan alam semesta dengan kerajaan manusia. Pandangan mengenai susunan antara alam semesta pada orang Jawa zaman dahulu diambil alih oleh agama hindu, yang menganggap bahwa alam semesta merupakan benua berbentuk lingkaran yang dikelilingi oleh beberapa samudera dengan pulau-pulau besar yang ada di empat penjuru yang juga merupakan tempat tinggal keempat penjaganya yang keramat. Konsep raja sebagai penjelmaan dewa memungkinkan bahwa seorang raja dalam suatu kerajaan kuno dapat memantapkan pemerintahan kerajaannya atas dasar keyakinan keagamaan rakyatnya.
Menyusul kemudian munculnya negara-negara Islam di Pulau Jawa, juga ikut mempengaruhi dan merubah warna kehidupan hingga kini. Meskipun terkadang masih terlihat adanya corak-corak tertentu yang tetap mencirikhaskan dalam aspek-aspek kehidupannya. Seperti pada penyelenggaraan aktivitas sosial-budaya yang menyangkut upacara selamatan orang Jawa masih dapat mengharapkan bantuan dan perhatian dari para warga luasnya; tetapi dalam kehidupan ekonominya ia berdiri sendiri.
Sosialisasi dan enkulturasi keluarga inti
Setelah mengenal sekilas tentang kehidupan sosial dan budaya masyarakat Jawa, berikut akan kami coba paparkan dari apa yang dikemukakan Koentjaraningrat, mengenai kehidupan sosial masyarakat Jawa terutama dalam membina keluarga dengan tata aturan menurut hukum adat yang berlaku.
a. Rumah tangga dan keluarga inti
Dalam perjalanan kehidupan manusia senan tiasa berputar dan beralih peran. Pada saatnya seseorang yang telah menginjak usia dewasa, antara pria dan wanita akan menikah untuk membina rumah tangga. Namun sebelumnya seorang remaja pria yang mulai tertarik dengan seorang teman wanita, ia akan datang ke rumahnya. Sedang seorang pria tidak lazim mengajak berkencan dengan seorang gadis dan mengadakan perjanjian untuk pergi bersama-sama, karena adat seperti itu dianggap pamalih.
Ketika seorang pria dan wanita itu telah saling menyukai, maka kemudian terjadilah perkawinan antara keeduanya lalu hidup berumah tangga. Biasanya untuk pertama kali keduanya masih hidup menetap dan bergantung pada orang tua. Namun selang beberapa waktu, mereka harus hidup terpisah atau mandiri untuk mempersiapkan kehadiran seorang anak.
b. Keinginan orang Jawa untuk mempunyai anak
Dalam keluarga orang desa maupun keluarga orang kota, mempunyai anak adalah sesuatu hal yang sangat didambakan. Alasan yang terutama dalam hal ini adalah alasan emosional. Orang Jawa menganggap bahwa anak itu memberikan suasana hangat (anget) dalam keluarga, dan suasana hangat itu juga menyebabkan keadaan damai dan tenteram dalam hati. Suasana yang menyenangkan akan tercipta dengan sendirinya.
Suatu sebab lain mengapa orang Jawa senang mempunyai anak adalah karena adanya anggapan bahwa anak merupakan jaminan bagi hari tua mereka, tetapi mungkin juga karena orang Jawa merasa lebih yakin akan dirinya apabila ada banyak orang di sekelilingnya yang dapat membantunya atau meringanka segala sesuatu untuk melaksanakan banyak hal.
c. Adat memberi nama
Ketika seorang anak (bayi) lahir, orang Jawa pada umumnya tidak tahu mengenai upacara pemberian nama. Kebanyakan keluarga memberi nama kepadanya pada saat ia lahir, yang disertai dengan upacara slametan brokohan. Anak Jawa selalu dipanggil dengan nama panggilannya (julukan), yang sering berubah-ubah selama ia masih anak-anak. Nama baru menjadi penting apabila ia menjadi dewasa.
d. Pertumbuhan anak dalam keluarga inti
Jika kita perhatikan ada di antara orang-orang yang memang sejak si anak pada masa bayi sangat dekat dengannya. Orang yang pertama dan utama tidak lain adalah ibu, orang yang selalu dilihatnya pada saat ia bangun di pagi hari., menggendongnya dengan selendangnya, menyusuinya, mengajak berbicara atau menyanyikan lagu-lagu untuknya sampai ia tertidur. Apapun yang ibu ajarkan itulah yang ia terima dan akan dipatuhinya. Sedang ayah adalah orang yang kedua, yang mungkin hanya akan ditemuinya pada waktu-waktu tertentu saja, biasanya cuma untuk bermain.
Dalam perkembangannya, si anak akan diajari tentang menjaga kebersihan di lingkungan sekelilingnya, kerapian berpakaian dan ketaatan dengan adat kebiasaan yang ada. Selain itu sekolah juga merupakan tempat belajar mereka setelah rumah.
Referensi :
1. Soekanto, Meninjau Hukum Adat Indonesia, Suatu Pengantar untuk Mempelajari Hukum Adat. Disusun kembali oleh Soerjono Soekanto, cet. ke-3, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
2. Soediman Kartohadiprodjo, Pengantar Tata Hukum Indonesia, cet. ke-5, (Jakarta: PT. Pembangunan, t.t)
3.Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat, (Jakarta: PT. Gunung Agung, 1995)
4. Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa Seri Etnografi Indonesia, cet. ke-2, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994)
Contoh Surat Pelimpahan Kuasa Sebagian
Pada suatu saat jika seorang Advokat berhalangan untuk menyelesaikan sebuah kasus dari kliennya maka Advokat tersebut dapat melimpahkan haknya sebagai kuasa atau penasehat hukum klien kepada Advokat lain, asalkan dalam surat kuasa pertama ada kalausa penyebutan hak subtitusi (pengalihan kepada orang laian) baik seluruhnya ataupun sebagian, yang akan saya berikan dalam kolom ini adalah contoh pelimpahan surat kuasa sebagian.
Format surat tersebut bentuk file PDF, yang Anda dapat unduh melalui situs ziddu.com. untuk mengunduh file tersebut Klik Disini
Jika Anda kesulitan dalam menguduh file tersebut atau terdapat kerusakan dalam link download, Anda dapat komunikasikan dengan saya lewat kolom coment di halaman depan sebelah kanan Insya Allah saya berikan bantuan
Contoh Surat Pelimpahan Kuasa Penuh
Pada suatu saat jika seorang Advokat berhalangan untuk menyelesaikan sebuah kasus dari kliennya maka Advokat tersebut dapat melimpahkan haknya sebagai kuasa atau penasehat hukum klien kepada Advokat lain, asalkan dalam surat kuasa pertama ada kalausa penyebutan hak subtitusi (pengalihan kepada orang laian) baik seluruhnya ataupun sebagian, yang akan saya berikan dalam kolom ini adalah contoh pelimpahan surat kuasa penuh.
Format surat tersebut bentuk file PDF, yang Anda dapat unduh melalui situs ziddu.com. untuk mengunduh file tersebut Klik Disini
Jika Anda kesulitan dalam menguduh file tersebut atau terdapat kerusakan dalam link download, Anda dapat komunikasikan dengan saya lewat kolom coment di halaman depan sebelah kanan Insya Allah saya berikan bantuan
Mengapa Lelang Tidak Populer di Indonesia
Oleh : Adhitya Johan Rahmadan
Sistim penjualan melalui lelang di Indonesia tidak begitu membudaya karena di Indonesia kebanyakan memakai sistim tawar-menawar, sangat berbeda dengan di Benua Eropa dan Amerika, penjualan dengan sistim lelang sudah sangat membudaya. Artikel berikut ini akan mencoba mengupas apa yang menyebabkan lelang tidak populer di Indonesia
Negara-Negara di Eropa dan Amerika bnayak mengunakan sistim lelang di karenakan sistim tersebut memiliki keunggulan dibanding dengan sistim jual beli yang lain dimana Sistim lelang memiliki kelebihan-kelebihan :
Aspek Hukum Terjamin
Dari sisi legalitas akan lebih terjamin dan aman, karena setiap aset yang akan dilelang harus melalui proses pengecekan ke instansi yang terkait, hal ini dilakukan untuk memberikan kepastian kepada pembeli agar tidak terjadi permasalahan di kemudian hari.
Cepat dan Ekonomis
Untuk penjualan aset dalam jumlah besar, maka dari sisi waktu penjualan sistem lelang akan lebih cepat sekaligus ekonomis (efektif dan efisien) karena akan mengurangi biaya penyimpanan (untuk barang bergerak), biaya pemeliharaan dan biaya pemasaran. Lelang akan sangat efektif apabila target penjualan harus dilaksanakan dalam waktu singkat/cepat.
Terbuka dan Obyektif
Lelang dilaksanakan dengan mengundang khalayak ramai, yakni mengundang calon peminat / pembeli sebanyak mungkin, sehingga pelaksanaannya sangat terbuka dan obyektif.
Harga Optimum
Dengan banyaknya peserta lelang / calon pembeli yang hadir, maka harga yang terbentuk dapat mencapai harga yang optimum. Semakin banyak peminat maka akan semakin tinggi harga yang akan ditawarkan. Oleh karena itu apabila orang sudah berminat akan aset tersebut maka harga yang terbentuk bisa lebih tinggi dari limit yang telah ditetapkan.
Dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh system lelang mengapa lelang tidak popular di Indonesia dimana lelang adalah salah satu bentuk jual beli barang yang tidak dilakukan tawar menawar atau direct selling, tetapi melalui proses penawaran di hadapan banyak calon pembeli. Model penjualan ini kurang populer di masyarakat.
citra lelang yang terbentuk selama puluhan tahun masih dikaitkan dengan penjualan barang yang bermasalah, dari pengadilan, eksekusi, atau disengketakan. Padahal, di luar negeri jual beli secara lelang sangat diminati, dengan berbagai jenis produk barang yang ditawarkan.
Penjualan secara lelang terbilang aman dan terbuka karena disaksikan langsung pejabat lelang yang bertugas membuat akta peralihan. Selain itu, harga penawaran sangat kompetitif karena banyak calon pembeli yang menawar untuk satu jenis barang.
Asisten Manajer Usaha Inti Perum Pegadaian Kantor Wilayah Bandung Maruli Tua mengakui, pelelangan belum memasyarakat meskipun lelang itu terbuka untuk umum. Penyebaran jadwal pelelangan masih terbatas di media cetak, dan hanya diminati kalangan tertentu.
Sementara itu, Direktur Operasional Balai Lelang PT Arta Bumi Indonesia Edi Prasetyo mengatakan, balai lelang di Bandung baru dirintis sekitar tiga tahun lalu. Akibatnya, belum banyak masyarakat yang mengetahui keberadaan dan fungsi balai lelang. "Umumnya, masyarakat hanya tahu pelelangan melalui KP2LN (Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara), padahal ada balai lelang yang melayani pelelangan secara sukarela.
Disamping itu tidak populernya lelang adalah ketakutan masyarakat terhadap unsur cacat hukum aset yang ditawarkan. Barang yang dijual dan belum tuntas secara hukum akan dipermasalahkan oleh pemilik pertamanya. Risiko itu,, bisa diminimalisasi dengan keberadaan pejabat lelang yang memeriksa legalitas barang yang dilelang.
Referensi :
1. Vendue Reglement (V.R.) : Peraturan Lelang Stb. 1908 No. 189 jo Peraturan Menteri Keuangan No. 40/PMK.07/2006
2. Vendue Instructie (Instruksi Lelang) Stb.1908 No. 190 jo SK Menkeu No. 338/KMK.01/2000
3. Kompas 17 september 2006
Jenis Lelang di Indonesia
Oleh : Adhitya Johan Rahmadan
Lelang di Indonesia dibedakan menjadi tiga jenis, yang sering kita dengar adalah lelang eksekusi (lelang akibat putusan pengadilan baik karena wanprestasi atau karena jaminan) atau lelang karena termasuk barang Infentaris Negara, namuan ada satu jenis lelang yang belum membudaya di masyarakat Indonesia yaiu lelang secara suka rela yaitu lelang yang diperuntukkan kepada pihak swasta atau person yang ingin menjual barang nya melalui sistem lelang
Dimana penjelasan perbedaan tiga sistim lelang tersebut adalah sebagai berikut :
Lelang Non eksekusi Sukarela, adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang milik perorangan, kelompok masyarakat atau Badan Swasta yang dilelang secara sukarela oleh pemiliknya.
Yang termasuk lelang Non eksekusi Sukarela adalah :
1. Lelang yang dilakukan atas kehendak pemiliknya sendiri (perorangan, swasta)
2. Lelang Aset BUMN/BUMD berbentuk Persero; dan
3. Lelang Aset milik Bank Dalam Likuidasi berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 1999 tentang pencabutan izin usaha, pembubaran dan likuidasi Bank.
Harga limit dapat bersifat terbuka / tidak rahasia atau dapat bersifat tertutup/ rahasia sesuai keinginan Penjual/ Pemilik Barang
Lelang Eksekusi, adalah lelang untuk melaksanakan putusan / penetapan pengadilan atau dokumen-dokumen lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dipersamakan dengan itu, dalam rangka membantu penegakan hukum, antara lain : lelang eksekusi fiducia dan lelang eksekusi pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT No.4 Tahun 1996).Pasal 6 UUHT No. 4 tahun 1996, yaitu apabila debitur cidera janji, Pemegang Hak Tanggungan tingkat Pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasannya dari hasil tersebut.,Harga limit bersifat terbuka/tidak rahasia dan harus dicantumkan dalam pengumuman lelang
Lelang Non Eksekusi Wajib, adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara atau barang milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D) yang oleh peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk dijual secara lelang, termasuk kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama.
Referensi :
1. Vendue Reglement (V.R.) : Peraturan Lelang Stb. 1908 No. 189 jo Peraturan Menteri Keuangan No. 40/PMK.07/2006
2. Vendue Instructie (Instruksi Lelang) Stb.1908 No. 190 jo SK Menkeu No. 338/KMK.01/2000
3. PP. no. 44 TAHUN 2003 tentang Pungutan oleh Negara diluar pajak dan Retribusi
Sejarah Lelang di Indonesia
Oleh : Adhitya Johan Rahmadan
Kegiatan lelang di indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang, semenjak sebelum kemerdekaan. sistem lelang masuk ke indonesia sejak zaman pemerintahan hidia belanda, dan diakomodir oleh pemerintah Indonesia. Artikel berikut ini akan mencoba menjelaskan sejarah lelang dunia kemudian masuk ke inidonesia, namun kita batasi pengertian lelang dalam batasan lelang penjualan bukan pembelian (tender).
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang. Dengan kata lain adalah Lelang adalah merupakan suatu proses yg dimulai dari saat seseorang akan menjual suatu barang sampai dg saat tecapainya persetujuan harga (harga yg diluluskan) atau sampai saat lelang itu dihentikan (krn tdk mencapai limit harga yg diinginkan penjual), shg barang tdk jadi dilelang/tdk jadi dijual.
Hal tersebut di kuatkan oleh Roel “Penjualan di muka umum adalah suatu rangkaian kejadian yg terjadi antara saat dimana seseorang hendak menjual suatu barang atau lebih secara pribadi maupun dg perantaraan kuasanya dg memberi kesempatan kepada orng-orang yg hadir melakukan penawaran untuk membeli barang-barang yg ditawarkan sampai pada saat dimana kesempatan itu lenyap, yaitu pada saat tercapainya persetujuan antara penjual atau kuasanya dg pembeli ttg harganya”.
Mulai saat dikeluarkan niat menjual barang di muka umum, proses lelang sudah dimulai oleh karenanya itu semuanya harus dimulai sesuai dg ketentuan dalam peraturan lelang. untuk pengumuman lelangnya tetap berada ditangan penjual sesuai dg Pasal 18 Peraturan . Menkeu No. 40/PMK.07/2006 yg berbunyi “ Penjualan secara lelang wajib didahului dg pengumuman lelang yg dilakukan oleh penjual melalui surat kabar yg terbit di tempat barang berada yg akan dijual”.
cara penjualan lelang sudah dikenal sejak dulu ketika pengusaha Roma dari bangsa Praetoria membunuh P. Helvius Pertinax, Kaisar Roma, Bangsa Praetoria sedang merundingkan penggantian pimpinan dengan Dewan Kota, T. Flavius Sulpianus, mertua yang terbunuh. Mereka membiarkan posisi tersebut terbuka dan dikethui oleh umum untuk mendapatkan tawaran yang terbaik. Senator tua dan kaya Didius Salvius Julianus, kemudian muncul dalam kancah tersebut.
Posisi itu akhirnya jatuh pada Julianus yang dalam waktu itu memberikan tawaran tertinggi dengan menunjukan jari-jarinya keatas. Tawaran Julianus sebesar 25.000 sesteres (setara USD.400 per orang) memenangkan kepemimpinan kekaisaran tersebut. Namun kemenangannya tidak lama. dia diturunkan dari takhta dan dieksekusi.
Sementara itu, diawal zaman perampokan bajak laut dan perdagangan budak, para pengasong dan pedagang keliling telah menggunakan sarana penjualan lelang untuk memperoleh harga yang tinggi atas barang-barang yang mereka perdagangkan.
Pada saat itu bermacam-macam pembatasan waktu penawaran lelang untuk memperoleh harga penawaran yang maksimal telah pula diterapkan. Seperti terjadi di Inggris, pembatasan waktu penawaran dilakukan berdasarkan setiap lilin yang habis terbakar. Seorang dapat menjadi pemenang lelang dengan membuat penawaran terakhir (harga tertinggi) sebelum lilinnya habis terbakar.Pembatasan waktu penawaan lainnya adalah dengan jam pasir,.Bila ruang pada bagian bawah jam pasir telah terisi pasir yang ditumpahkan dari bagian atasnya, maka waktu penawaran habis. Pembatas waktu lainnya dengan menggunakan seorang anak laki-laki yang diminta untuk berlari mencapai tujuan tertentu.
Dewasa ini yang menandai akhir dari suatu penjualan lelang adalah dengan jatuhnya ketukan palu atau tongkat dari juru lelang atau pejabat yang memimpin lelang tersebut. Pada beberapa kasus seperti penjualan ternak, tepukan dari juru lelang menandakan berakhirnya penjualan. Pada dasarnya hampir semua tindakan yang tegas dari pejabat lelang dapat ditetapkan untuk menentukan akhir dari penjualan lelang.
Di Indonesia, lembaga lelang mulai dikenal pada awal abad ke-19. Pada tanggal 1 April 1908, Pemerintah Hindia Belanda menerbitkan Vendureglement atau peraturan lelang. Hingga saat ini lembaga lelang terus mengalami kemajuan.
Di Indonesia lelang secara resmi masuk dalam Perundang-undangan sejak 1908, yaitu dengan diberlakukannya Vendu Reglement atau peraturan lelang ( stb 1908 no.189 sebagaimana telah diubah dengan dengan stb 1945 no 56) dan Vendu Instructie (instruksi lelang stb 1908 nomor 190) yang hingga sekarang masih berlaku berdasarkan Pasal II Aturan peralihan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Peraturan ini dibuat pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda sehingga ada Pasal yang dianggap tidak sesuai lagi dengan keadaan masyarakat Indonesia sekarang ini setelah hampir satu abad sejak diterbitkan.
Untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat dan perkembangan ekonomi, Pemerintah telah melakukan terobosan, regulasi, dan deregulasi dalam bidang lelang. Beberapa perkembangan yang sangat signifikan, antara lain adalah dimungkinkannya Balai Lelang Swasta terlibat dalam kegiatan lelang, diperkenalkannya Pejabat Lelang Kelas II, serta terbukanya kesempatan bagi para kreditor untuk melakukan lelang langsung (direct auction) tanpa harus melibatkan lembaga peradilan.
Balai Lelang berperan sebagai penyelenggara lelang untuk lelang sukarela atau lelang non eksekusi. Dalam lelang eksekusi atau lelang yang berkaitan dengan agunan-agunan kredit bermasalah, Balai Lelang berperan dalam fase pra lelang. Dalam hal ini, Balai Lelang merupakan lembaga pendukung (supporting institution) bagi kreditor pemohon lelang.
Pejabat Lelang Kelas II adalah mitra kerja Balai Lelang. Para Pejabat Lelang Kelas II berasal dari kalangan swasta atau notaris yang diangkat oleh Departemen Keuangan. Pejabat Lelang kelas II ini berwenang menerbitkan risalah lelang. Selain dengan Pejabat Lelang Kelas II, Balai Lelang juga berkoordinasi dengan Para Pejabat Lelang Kelas I yang berada di bawah naungan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) setempat.
Referensi :
1. Vendue Reglement (V.R.) : Peraturan Lelang Stb. 1908 No. 189 jo Peraturan Menteri Keuangan No. 40/PMK.07/2006
2. Vendue Instructie (Instruksi Lelang) Stb.1908 No. 190 jo SK Menkeu No. 338/KMK.01/2000
3. PP. no. 44 TAHUN 2003 tentang Pungutan oleh Negara diluar pajak dan Retribusi
4. wikipedia.org
Contoh Surat Kuasa Pihak Terbanding
Seorang Advokat saat mewakili kliennya yang berposisi sebagai terbanding membutuhkan surat kuasa khusus pihak terbanding, berikut ini saya lampirkan contoh surat kuasa khusus pihak terbanding :
Format surat kuasa tersebut dalam bentuk file PDF yang Anda dapat unduh melalui situs ziddu.com. untuk mengunduh file tersebut Klik Disini
Jika Anda kesulitan dalam menguduh file tersebut atau terdapat kerusakan dalam link download, Anda dapat komunikasikan dengan saya lewat kolom coment di halaman depan sebelah kanan Insya Allah saya berikan bantuan
Contoh Surat Kuasa Pihak Pembanding
Seorang Advokat dalam melakuakan upaya hukum banding saat mewakili kliennya membutuhkan surat kuasa khusus pihak yang melakukan banding, berikut ini saya lampirkan contoh surat kuasa pihak pembanding
Format surat kuasa tersebut dalam bentuk file PDF yang Anda dapat unduh melalui situs ziddu.com. untuk mengunduh file tersebut Klik Disini
Jika Anda kesulitan dalam menguduh file tersebut atau terdapat kerusakan dalam link download, Anda dapat komunikasikan dengan saya lewat kolom coment di halaman depan sebelah kanan Insya Allah saya berikan bantuan
Contoh Surat Pencabutan Kuasa
Jika dalam proses advokasi seorang klien ingin memcabut sebuah kuasa, maka para pihak yang mengikatkan diri dapat membuat surat pencabutan kuasa
format surat pencabutan kuasa tersebut dalam bentuk file PDF yang Anda dapat unduh melalui situs ziddu.com. untuk mengunduh file tersebut Klik Disini
jika Anda kesulitan dalam menguduh file tersebut dapat anda komunikasikan dengan saya lewat kolom coment di halaman depan sebelah kanan Insya Allah saya berikan bantuan
Contoh Surat Kuasa Tergugat Perdata
Dalam melakukan Advokasi secara litigasi di bidang perdata seorang Advokat, perlu mendapatkan surat kuasa khusus dari kiennya, dalam hal ini saya melampirkan contoh surat kuasa khusus untuk Tergugat
Dalam surat kuasa tersebut harus lengkap identitas pemberi kuasa, penerima kuasa, perihal (sebagai tergugat dengan no...), dalam wilayah hukum pengadilan mana (dilihat kompetensi relatif dan absolutnya), biak sendiri maupun bersama-sama dan hak retensi bersama subtitusi. format surat kuasa tersebut dalam bentuk file PDF yang Anda dapat unduh melalui situs ziddu.com. untuk mengunduh file tersebut Klik Disini
jika Anda kesulitan dalam menguduh file tersebut dapat anda komunikasikan dengan saya lewat kolom coment di halaman depan sebelah kanan Insya Allah saya berikan bantuan
Contoh Surat Kuasa Gugatan Perdata
Dalam melakukan Advokasi secara litigasi di bidang perdata seorang Advokat, perlu mendapatkan surat kuasa khusus dari kiennya, dalam hal ini saya melampirkan contoh surat kuasa khusus untuk melakukan sebuah tindakan hukum yang berupa gugatan perdata
Dalam surat kuasa tersebut harus lengkap identitas pemberi kuasa, penerima kuasa, perihal (melakukan gugatan perdata) mengenai(baiasanya perbuatan melawan hukum atau wan prestasi), dalam wilayah hukum pengadilan mana (dilihat kompetensi relatif dan absolutnya), biak sendiri maupun bersama-sama dan hak retensi bersama subtitusi. format surat kuasa tersebut dalam bentuk file PDF yang Anda dapat unduh melalui situs ziddu.com. untuk mengunduh file tersebut klik disini
jika Anda kesulitan dalam menguduh file tersebut dapat anda komunikasikan dengan saya lewat kolom coment di halaman depan sebelah kanan Insya Allah saya berikan bantuan.
Kedudukan Hukum Rumah Susun di Indonesia
Oleh : Adhitya Johan Rahmadan
Ahir-ahir ini banyak permasalahan rumah susun yang mencuat dipermukaan, hal tersebut dikarenakan tingginya ifestasi rumah susun yang tidak dibarengi dengan pengetahuan hukum yang terkait dengan rumah susun di kalangan masyarakat luas, sebenarnya pengaturan mengenai rumah susun mempunyai perbedaan yang cukup mendasar dengan, pembangunan rumah hunian dengan tanah diatas hal milik perorangan (privat), artikel ini penulis memcuba coba untuk membedah permasalahan rumah susun dari aspek hukum.
Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Dengan semakin bertambahnya penduduk, sedangkan lahan yang tersedia sangat terbatas, maka pembangunan rumah dibuat bertingkat atau yang kita kenal dengan rumah susun. Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh.
Di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) tidak disebutkan secara khusus mengenai rumah susun, karena dalam pasal 16 UUPA berbunyi sebagai berikut: 1. hak milik, 2. hak guna usaha, 3. hak guna bangunan, 4. hak pakai, 5. hak sewa, 6. hak membuka tanah, 7. hak memungut hasil hutan, 8. hak-hak lain yang tidak termasuk hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.
Hak-hak atas tanah tersebut didasarkan pada pasal 4 ayat (1) UUPA yang berbunyi “atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum”
perumahan merupakan salah satu unsur yang penting dalam strategi pengembangan wilayah, yang menyangkut aspek-aspek yang luas di bidang kependudukan, dan berkaitan erat dengan pembangunan ekonomi dan kehidupan sosial dalam rangka pemantapan Ketahanan Nasional. Dari hal-hal tersebut di atas, jelaslah bahwa perumahan merupakan masalah nasional, yang dampaknya sangat dirasakan di seluruh wilayah tanah air, terutama di daerah pekotaan yang berkembang pesat.
Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Dengan semakin bertambahnya penduduk, sedangkan lahan yang tersedia sangat terbatas, maka pembangunan rumah dibuat bertingkat atau yang kita kenal dengan rumah susun. Pembangunan rumah susun merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah kebutuhan perumahan dan pemukiman terutama di daerah perkotaan yang jumlah penduduknya terus meningkat, karena pembangunan rumah susun dapat mengurangi penggunaan tanah, membuat ruang-ruang terbuka kota yang lebih lega dan dapat digunakan sebagai suatu cara untuk peremajaan kota bagi daerah yang kumuh.
Indonesia memiliki peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai rumah susun, yaitu Undang-undang No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun (“UURS”). Definisi rumah susun menurut Pasal 1 butir (1) UURS adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama
Menurut UURS, rumah susun hanya dapat dibangun di atas tanah hak milik, hak guna bangunan, hak pakai atas tanah Negara atau hak pengelolaan sesuai dengan peraturan peundang-undangan yang berlaku. Untuk rumah susun yang dibangun di atas tanah yang dikuasai dengan hak pengelolaan, wajib menyelesaikan status hak guna bangunan-nya terlebih dahulu sebelum menjual satuan rumah susun yang bersangkutan (Pasal 7 UURS ayat (1).
Satuan rumah susun dapat dimiliki baik oleh perseorangan maupun badan hokum yang memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak atas tanah, dan untuk mencapai tertib administrasi pertanahan serta memberikan kepastian dan perlindungan hokum kepada pemilik hak atas satuan rumah susun, maka sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) sebagai tanda bukti hak milik atas satuan rumah susun diterbitkan sertipikat hak milik.
Hak milik atas satuan rumah susun dapat beralih dengan cara pewarisan atau dengan cara pemindahan hak sesuai dengan ketentuan hokum yang berlaku, yang mana pemindahan hak tersebut dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan didaftarkan pada Kantor Agraria/ Badan Pertanahan Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan (Pasal 10 UURS). Peralihan hak dengan pewarisan adalah peralihan hak yang terjadi karena hokum dengan meninggalnya pewaris, sedangkan pemindahan hak tersebut dapat dengan jual beli, tukar menukar dan hibah.
Berdasarkan Pasal 12 UURS, rumah susun berikut tanah tempat bangunan itu berdiri serta benda lainnya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani hak tanggungan atau fidusia. Dapat dibebani hak tanggungan apabila rumah susun tersebut dibangun di atas tanah hak milik atau hak guna bangunan, dan dibebani fidusia apabila dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah Negara. Hal ini dimaksudkan supaya dapat dimungkinkan adanya pemilikan satuan rumah susun dengan cara jual beli yang pembayarannya dilakukan secara bertahap atau angsuran.
Pembangunan rumah susun berlandaskan pada asas kesejahteraan umum keadilan dan pemerataan, serta keserasian dan keseimbangan dalam perikehidupan. Asas kesejahteraaan umum dipergunakan sebagai landasan pembangunan rumah susun dengan maksud untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh rakyat Indonesia secara adil dan merata berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 melalui pemenuhan kebutuhan akan perumahan sebagai kebutuhan dasar bagi setiap warga negara Indonesia dan keluarganya.
Asas keadilan dan pemerataan memberikan landasan agar pembangunan rumah susun dapat dinikmati secara merata, dan tiap-tiap warga negara dapat menikmati hasil-hasil pembangunan perumahan yang layak. Asas keserasian dan keseimbangan dalam perikehidupan mewajibkan adanya keserasian dan keseimbangan antara kepentingan-kepentingan dalam pemanfaatan rumah susun, untuk mencegah timbulnya kesenjangankesenjangan sosial.
Arah kebijaksanaan rumah susun di Indonesia tercantum dalam UURS berisi 3 (tiga) unsur pokok, yaitu:
Pertama : Konsep tata ruang dan pembangunan perkotaan, dengan mendayagunakan tanah secara optimal dan mewujudkan pemukiman dengan kepadatan penduduk;
Kedua : Konsep pembangunan hukum, dengan menciptakan hak kebendaan baru yaitu satuan rumah susun yang dapat dimiliki secara perseorangan dengan pemilikan bersama atas benda, bagian dan tanah dan menciptakan badan hukum baru yaitu Perhimpunan Penghuni, yang dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya dapat bertindak ke luar dan ke dalam atas nama pemilik satuan rumah susun, berwenang mewujudkan ketertiban dan ketenteraman dalam kehidupan rumah susun;
Ketiga : Konsep pembangunan ekonomi dan kegiatan usaha, dengan dimungkinkannya kredit konstruksi dengan pembebanan hipotik atau fidusia atas tanah beserta gedung yang masih dibangun.
dengan uraian tersebut di atas, maka kebijaksanaan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk :
a. memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dalam lingkungan yang sehat, secara adil dan merata, serta mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia.
b. mewujudkan pemukiman yang serasi dan seimbang, sesuai dengan pola tata ruang kota dan tata daerah serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna.
Di dalam Penjelasan Umum UURS ditegaskan bahwa pembangunan rumah susun ditujukan terutama untuk tempat hunian, khususnya bagi golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Namun demikian pembangunan rumah susun harus dapat mewujudkan pemukiman yang lengkap dan fungsional, sehingga diperlukan adanya bangunan bertingkat lainnya untuk keperluan bukan hunian yang terutama berguna bagi pengembangan kehidupan masyarakat ekonomi lemah.
Pembangunan rumah susun memerlukan persyaratan-persyaratan teknis dan administratif yang lebih berat. Untuk menjamin keselamatan bangunan, keamanan, dan ketenteraman serta ketertiban penghunian, dan keserasian dengan lingkungan sekitarnya, maka satuan rumah susun baru dapat dihuni setelah mendapat izin kelayakan untuk dihuni dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penghuni satuan rumah susun tidak dapat menghindarkan diri atau melepaskan kebutuhannya untuk menggunakan bagian-bersama, benda bersama, dan tanah-bersama, karena kesemuanya merupakan kebutuhan fungsional yang saling melengkapi.
Kesimpulan
Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Pengaturan tentang rumah susun diatur dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988, dimana dalam undang-undang tersebut diatur tentang pembangunan rumah susun dan tata cara pemilikan dan peralihannya.
Hak milik atas satuan rumah susun dapat dijadikan jaminan hutang dengan pembebanan sertipikat hak milik dengan Hipotik/Hak Tanggungan apabila rumah susun dibangun di atas tanah hak milik dan hak guna bangunan, serta dengan pembebanan fidusia apabila rumah susun tersebut dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah Negara.
Referensi :
Undang-Undang No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun