Suatu saat, seseorang pasti membutuhkan tempat entah untuk dijadikan tempat tinggal maupun tempat untuk mengadakan usaha. Permasalahan terjadi kalau kita tidak mempunyai tanah hak dengan hak milik, maka yang kita dapat lakukan adalah mengadakan perjanjian dengan orang lain untuk menyewanya, untuk melindungi perjanjian tersebut kita perlu untuk membuat perjanjian dihadapan notaris, berikut ini adalah contoh akta otentik (yang dibuat oleh notaris) dari perjanjian tersebut :
Untuk mengunduh file akta tersebut silahkan Klik Disini
Akta Pemberian Hak Guna Bangunan
Membongkar Kejahatan Asuransi TKI
Oleh : Adhitya Johan Rahmadan
TKI yang selama ini menjadi penghasil devisa negara, adala pihak yang paling lemah dalam perlindungan hukum karena pekerjaan mereka bersifat trans nasional karena kerancauan pengaturan hukum yang melibatkan aturan hukum lintas Negara, dengan kondisi demikian pemerintah seakan menutup mata dengan kondisi yang dialami TKI di luar negeri.
Pada tahun 2009 pengaduan TKI yang mengadu di LBH Yogyakarta tercatat kurang lebih 4 pengaduan dengan jumlah korban mencapai 106 orang yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena krisis financial global yang terjadi. Setelah kembali ke Indonesia ternyata Klaim asuransi yang seharusnya di dapatkan TKI atas PHK yang terjadi oleh diri mereka sangat sulit untuk di dapatkan kalaupun dapat di klaim jumlahnya tidak sesuai dengan yang di perjanjikan dalam premi.
Dari jumlah 106 jumlah korban terdiri dari :
• 22 orang adalah TKI dari Perusahaan Jasa TKI Timur Raya yang dipekerjakan disalah satu perusahaan di Malaysia dengan kontrak kerja selama 2 tahun,
• 71 orang adalah TKI dari Perusahaan Jasa TKI Dian Perdana Jogja yang dipekerjakan di PT. Shin Etsu Malaysia dengan masa kontrak kerja selama 2 tahun.
• 5 orang TKI dari Perusahaan Jasa TKI Mutiara Karya Mitra yang dipekerjakan di PT. Shin Etsu Malaysia dengan masa kontrak kerja selama 2 tahun.
• 8 orang TKI dari Perusahaan Jasa Maha Barokah Rizky yang dipekerjakan disalah satu perusahaan Malaysia dengan masa kontrak kerja selama 2 tahun.
Dari 106 orang TKI yang menjadi klien, hanya 5 TKI yang tidak didaftarkan sebagai peserta asuransi yakni TKI dari Perusahaan Jasa TKI Maha Barokah Rizky. Dalam hal ini merujuk kepada UU. No. 39/2004 bisa dikenakan sanksi administrative(pasal 100) dan sanski pidana yang diatur dalam Kitap Undang-Undang hukum Pidana (pasal 103).
Adapun 101 TKI yang didaftarkan sebagai peserta asuransi, sesuai dengan Permen No. 23 Th 2008 berhak atas klaim asuransi sebesar Rp. 10.000.000. Adapun yang berkewajiban membayarkan klaim asuransi tersebut adalah Konsorsium Asuransi yang telah ditunjuk oleh pemerintah, dalam hal ini Konsorsium yang dimaksud sebagai berikut :
1. Konsorsium Asuransi Jasindo : Membayar klaim sebanyak 22 TKI dari Perusahaan Jasa TKI Timur Raya.
2. Konsorsium Asuransi Bangun Askrida : Membayarkan klaim sebanyak 71 TKI dari Perusahaan Jasa TKI Dian Jogja Perdana.
3. Konsorsium Asuransi Paladin : Membayarkan klaim seabnyak 8 TKI dari Perusahaan Jasa TKI Maha Barokah Rizky dan Perusahaan Jasa TKI Mutiara Karya Mitra.
Berdasarkan peraturan yang berlaku, yakni Undang-Undang No.39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN), para TKI berhak perlindungan kepada TKI selama masa sebelum pemberangkatan, masa penempatan,dan masa purna penempatan. Akan tetapi dalam kenyataaannya perlindungan sebagai hak konstitusional para TKI banyak yang diabaikan dan dilanggar.
Salah satu yang diabaikan dan dilanggar adalah hak para TKI yang menjadi korban PHK untuk mendapatkan klaim asuransi. Didalam Permenakertrans No: 23/MEN/XII/2008 Tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia, setiap TKI yang di PHK sebelum masa kontraknya habis berhak mendapatkan klaim asuransi sebesar Rp. 10.000.000. Adapun kewajiban untuk membayarkan klaim tersebut dibebankan kepada Konsorsium Asuransi yang telah ditunjuk oleh pemerintah.
Walupun sudah ada dasar hukum yang jelas, Klaim Asuransi sebagai hak tidak selalu otomatis didapatkan oleh para mantan TKI. Pada kenyataannya, seluruh Konsorsium Asuransi dengan berbagai alasan tidak menjalankan kewajiban membayar klaim asuransi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dari pengalaman LBH Yogyakarta semester pertama tahun 2009 dalam mendampingi pengurusan asuransi TKI korban PHK, seluruh Konsorsium Asuransi dengan alasan belum terpenuhinya persyaratan untuk pengajuan klaim asuransi yang meliputi 1) Perjanjian Kerja, 2) Perjanjian Penempatan, 3) Surat keterangan PHK dari pengguna dan atau, 4) surat keterangan dari perwakilan republik indonesian di negara penempatan. Maka Konsorsium Asuransi dengan seenaknya sendiri memperlambat pencairan klaim asuransi tersebut. Padahal didalam Permen No. 23 tahun 2008 seharusnya pencairan klaim asuransi paling lambat 7 (tujuh) hari sejak pengajuan diterima.
Alasan selanjutnya yang digunakan oleh seluruh Konsorsium Asuransi adalah tidak adanya ketentuan didalam Undang-Undang dan Polish Asuransi bahwa TKI yang di PHK akibat Krisis Global berhak mendapatkan klaim asuransi, sehingga dengan alasan tersebut Konsorsium Asuransi hanya membayarkan klaim asuransi sesuai dengan kemauan dan kemampuan mereka saja. Selama tahun 2009 ini, dengan alasan tersebut diatas seluruh Konsorsium Asuransi hanya membayarkan klaim asuransi yang menjadi hak-nya para TKI yang di PHK hanya sebesar Rp. 4.000.000.
Pelanggaran yang sangat jelas ini dilakukan secara terbuka dan dibiarkan oleh negara dalam hal ini dilaksanakan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) dan Menteri Keuangan. Hal ini dilakukan dengan membiarkan Konsorsium Asuransi yang tidak membayarkan klaim asuransi seperti ketentuan yang berlaku. Padahal pemerintah melalui Perusahan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) telah melakukan pungutan premi asuransi kepada setiap TKI sebesar Rp. 400.000 yang disetorkan kepada perusahaan Konsorsium Asuransi TKI.
Kebijakan Pemerintah Tidak Memihak TKI
Pemasalah TKI tersebut akan terus berulang karena kebijakan pemerintah tidak jelas dalam menerbtkan regulasi TKI, Hal tersebut dipicu oleh penerbitan Peraturan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) Nomor : Per-23/ MEN/V/2006 tentang Asuransi TKI yang diganti dengan aturan terbaru yaitu Permenakertrans Nomor : PER-23/MEN/XII/2008 tentang Asuransi TKI dan Keputusan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) Nomor : KEP-280/MEN/VII/2006 tentang penetapan Konsorsium Asuransi TKI yang terdiri dari beberapa perusahaan asuransi komersial dan satu pialang asuransi sebagai penyelenggara program asuransi TKI yang bersifat wajib. Berdasarkan dua regulasi Menakertrans itu, Perusahaan Jasa TKI diwajibkan membayarkan premi asuransi kepada Konsorsium Asuransi yang diketuai oleh PT Asuransi Jasa Raharja Indonesia melalui rekening pialang asuransi PT.Grasia Media Utama. Yang merupakan perusahan privat yang bersifat komersial.
Persoalan tersebut muncul karena Permenakertrans dan Kepmenakertrans itu mengatur hal yang sama tapi dengan ketentuan yang berbeda dengan Undang-Undang No 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian, seperti asuransi TKI yang diwajibkan berdasarkan pasal 68 UU No 39 Tahun 2004 (PPTKILN), merupakan program asuransi sosial yang hanya dapat diselenggarakan oleh BUMN. Seperti terungkap dalam penjelasan pasal 9 UU Usaha Perasuransian, keberadaan BUMN yang menyelenggarakan program asuransi bersifat social itu didasarkan pada Undang-undang dan tugas serta fungsinya dituangkan dalam peraturan pemerintah, dalam hal ini Menakertrans menafsirkan kata-kata “Jenis Program Asuransi” dalam pasal 68 ayat (2) UU PPTKLN dapat berupa asuransi komersial maupun asuransi komersial (Erman Suparno Upaya yang Ditempuh Depnakertrans Melalui Reformasi manajemen Penempatan dan Perlindungan TKI Yang Bekerja Di luar Negeri) pada prakteknya Perusahaan yang menyelenggarakan program asuransi bersifat komersial dan Menakertrans memaksaakan untuk meenggunakan jasa asuransi pada korosarium asuransi TKI yang bersifar komersial tersebut, bahkan diatur juga saksi pidananya jika tidak membayar asuransi melalui Korosarium Asuransi dan Palang Asuransi tersebut, padahal menurut UU No 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian asuransi yang bersifat komersial jelas tidak bisa dipaksakan.
Dengam dikeluranya kedua kebijakan baik Permenakertrans maupun Kepmenakertrans, telah terang benerang menunjukkan penyalahgunaan kewenangan, karena telah memperkaya perusahaan asuransi komersial dengan dalihuntuk melindungi TKI, dengan memerintahkan Perusahaan Jasa TKI mengurus asuransinya pada perusahaan dan pialang Asuransi yang bersifat komersial.
Dalam hal ini penyalah gunaan kewenangan ini di tunjukkan oleh dikeluarkanya keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, yang menyatakan agar Menakertrans segera Mencabut Kepmenakertrans segera mencabut Kepmenakertrans No. : Kep- 280/MEN/VII/2006 yang merupakan yang didasarkan pada Permenakertrans 23/MEN/V/2006. Kedua kebijakan tersebut harus segera dibatalkan kareba melanggar UU No.5 Tenhun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Bisnis Indonesia, Jumat, 15-9-2006)
Lebih ironis lagi Permenakertrans/ Kepmenakertrans itu justru bertentangan dengan UU PPTKLN khususnya pasal 5, 6, 7 dan 80 yang prinsipnya menyatakan bahwa perlindungan TKI, termasuk pemberian bantuan hukum di Negara tujuan penempatan TKI menjadi ruang lingkup pertangungan asuransi, adalah tanggungjawab Negara dan sekaligus hak TKI sebagai warga Negara.
Pada prakteknya TKI dipaksa membayar biaya perlindungan dan pembinaan sebesar US $ 15 kepada Negara sesuai dengan ketentuan PP No. 92 Tahun 2000. Disini ada kerancuan aturan, bagaimana suatu yang dinyatakan sebagai hak dari TKI, justru dikenakan biaya sebagai perlindungan kepada Negara dengan pungutan bukan pajak karena bersifat wajib dan hanya diatur dengan Peraturan Pemerintah, padahal dalam konstitusi UUD 1945 jelas diatur dalam pasal 23A yang mengaratakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara harus diatur dengan Undang-Undang
Dengan banyaknya kerancuan kebijakan yang menyalahi aturan dan bersifat monopolisti dengan pengawasan yang lemah berakibat banyak uang asuransi yang semestinya menjadi hak TKI itu hangus dan menumpuk hanya untuk mengisi pundi-pundi perusahaan konsorsium asuransi TKI. Sebagaimana pernah disinyalir dan dipermasalahkan oleh para pejabat Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), bahwa selama 2008 saja, jumlah klaim asuransi yang belum dibayarkan oleh konsorsium asuransi TKI itu mencapai perkiraan angka Rp20 miliar. Dengan angka sebesar Rp20 miliar itu diperkirakan bahwa perusahaan konsorsium asuransi TKI telah menahan klaim asuransi sebanyak 2.000 orang TKI bermasalah tanpa alasan yang dapat dibenarkan oleh hukum.
Selama ini kecurangan sistem asuransi tenaga kerja Indonesia (TKI), terutama terhadap TKI yang mengalami masalah saat bekerja di luar negeri, tidak banyak yang diungkap dan dipermasalahkan. Kasus ini seakan dianggap hal yang lumrah saja dan tidak perlu dipermasalahkan. Padahal, kasus kecurangan itu secara sistematis telah banyak memakan korban TKI yang mengalami masalah serius, misalnya yang mengalami kecelakaan kerja, meninggal dunia, penyiksaan, pemerkosaan, pelecehan seksual, PHK sepihak, majikan bermasalah, TKI yang gila, TKI yang hilang, TKI yang di bawah umur, TKI yang dipekerjakan tidak sesuai dengan perjanjian kerja, dan upah mereka yang tidak dibayar oleh pihak majikan, pada saat pulang kedalam negeripun sangat sulit untuk memperoleh klaim asuransi yang menjadi hak TKI.
Ini menjadi preseden buruk bagi pemerintah saat ini, karena saat bekerja di luar negeri TKI tidak mendapatkan perlindungan dan ternyata saat pulang di Indonesia nasib mereka tidaklah berbeda, tidak diperhatikan oleh pemerintah dengan melindungi hak-haknya terutama dalam hal klaim asuransi, perlu perubahan paradigma dan aturan hukum yang menyeluruh jika mau Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih bermartabat tidak hanya seperti hewan ternak yang hanya dijual dan tidak diperlakukan layaknya manusia yang bermartabat.
Paradoks Reforma Agraria Dan kebijakan Impor Pangan
Oleh : Adhitya Johan Rahmadan
Indonesia adalah negara yang mempunyai sumber daya alam yang luar biasa mulai dari kesuburan tanah hingga kekayaan laut yang berlimpah, sehingga sering kita mendengar istilah Indonesia adalah negara Agraris, akan tetapi itu hanya menjadi jargon semata tanpa adanya Implementasi yang jelas dari pemerintah.
Hal tersebut terlihat dari rapuhnya ketahanan pangan, dikarenakan minimnya produk pokok pertanian seprti kedelai, jagung dan gula yang dapat diproduksi di dalam negeri, Indonesia kini mengandalkan kebijan Impor produk pangan dari luar negeri yang mengakibatkan ketergantungan yang tidak semestinya di alami Indonesia sebagai negara yang bercorak agraris.
Dalam pemenuhan kebutuhan pangan nasional Indonesia cukup tergantung dengan impor produk pangan dari luar negeri, lebih dari 5 miliar dollar AS atau setara Rp 50 triliun lebih devisa dikeluarkan untuk mengimpor pangan. (Kompas, Selasa, 25 Agustus 2009). Sedangkan dapat kita ketahui sejak zaman kolonialisasi bangsa Indonesia sudah menjadi bangsa agraris dan terbiasa memenuhi kebutuhan pokok pangnnya, kenapa setelah kemerdekaan kita raih Indonesia justru harus mengimpor produk pangan untuk mencukupi persediaan pangan nasional.
Kalau dilihat lebih lanjut, permasalahan ketahanan pangan tersebut bermula dari kekacauan paradigma pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah orde baru hingga sekarang, sebenarnya pada saat pemerintahan Orde Lama arah pembangunan nasional memang diarahkan ke aspek pertanian hal tersebut terlihat dari ditetapkannya Undang-Undang No 5 Tahun 1960 Tentang Perturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dimana semangat dari UUPA adalah semangat reforma agraria untuk melindungi dan memajukan petani di Indonesia.
Namun sejak awal pemerintah Orde Baru, Indonesia mulai mencanagkan langkah-langkah dalam kebijaksanaan pembangunan yang ingin mentrasformasikan masyarakat agraris menjadi masyarakat industri, akan tetapi sampai sekarang keinginan dari pemerintahan Orde Baru tersebut tidak dapat dituntaskan.
Kegagalan trasformai masyarakt agraris ke masyarakat industri dikarenakan pemerintah yang berkuasa tidak sunguh-sunguh dan konsisten untuk menyelesaikan reforma agraria yang diamanatkan UUPA. Seperti hak tanah untuk petani penggarap dan larangan kepemilikan tanah melebihi batas, yang seharusnya sudah tuntas terlebih dahulu, sebelum menginjak ketahapan Industrialisasi.
Memang sejak pemerintahan orde baru mencul kebijakan untuk meniadakan reforma agraria kususnya distribusi tanah bagi petani, dikarenakan paradigma pembangunan berbasis industri lebih dominan. Namun faktanya bangsa Indonesia sebagaian besar berprofesi sebagai petani yang membutuhkan lahan pertanian sebagai sumber penghasilan, akan tetapi hal tersebut diingkari oleh pemerintahan orde baru, sehingga distribusi tanah bagi petani diabaikan dengan asumsi industri dapat menyerap tenaga kerja dari petani desa yang tidak mempunyai lahan cukup, akibatnya terjadi urbanisasi besar-besaran.
Menurut Prof. Dr. Sediono M.P Tjondronegoro pembangunan industri dan prasarananya ternyata juga membutuhkan tanah. Termasuk juga pemukiman di sekitar pusat-pusat industri yang semakin meluas. Pulau jawa yang padat penduduknya yang terutama mengalami kekurangan tanah terlebih dahulu dibanding pulau-pulau lain. Disinilah timbul kecemasan bahwa dengan berkurangnya areal persawahan di pulau jawa, produkasi pertanian dapat menurun.
Masalah tersebut diperparah dengan banyaknya jumlah petani yang tidak mempunyai lahan pertanian yang luas, padahal dalam UUPA diamanatkan bahwa petani penggarap berhak mendapatkan dua hektar lahan pertanian. Prof Loekman Soetrisno dan prof Sjamsoe’oed Sadjad, bahwa kepemilikan lahan yang sangat sempit merupakan kendala untuk meningkatkan kesejahteran dan produktifitas petani, upaya pertama yang harus dilakukan adalah pengusaan lahan garapan yang mencapai sekala “layak usaha” sehingga petani mampu mengakses berbagai fasilitas usaha-usaha lainnya, yang mempu mensejahterakan dirinya.
Tanah Untuk Petani
Sebagaian petani di Indonesia masih bercorak petani gurem/kecil, bahkan banyak diantara mereka yang berprofesi petani namun tidak mempunyai tanah, mereka mengelola tanah orang lain dengan sistim bagi hasil. Sehingga banyaknya jumlah petani tidak sebanding dengan jumlak produk yang bisa dihasilkan, untuk itu perlunya kita mengembangkan konsep petani yang lebih maju, yang mempunyai oroentasi ke ekonomi uang dan pasar, mampu memanfaatkan teknologi yang lebih mekanis dan mengelola usaha taninya dengan lebih mutahir, petani tersebut biasa disebut farmer, tentu saja farmer membutuhkan tanah yang luas agar bisa mengembangkan produksi pertaniannya.
Namun tanpa reforma agraria, termasuk redistribusi dan konsolidasi tanah pertanian yang konsisten, sukar diharapkan petani gurem/kecil akan dapat menjadi petani maju, dikarenakan produk yang mereka hasilkan tidak akan memenuhi volume permintaan yang dibutuhkan masyarakat Indonesia sendiri.
Menteri negara agraria/kepala BPN mungkin tidak cukup kuat untuk meyakinkan angota-angota cabinet lain yang belum menyadari krusial dan fitalnya UUPA, sehingga kiranya perlu dorongan oleh LSM dan kelompok pelobi lain agar pemerintah sunguh-sunguh dalam mengatur agraria kita. Jika hal tersebut tidak dapat dilaksanakan beban pemenuhan kebutuham pangan akan terus melonjak melebihi batas yang dapat kita perhitungkan dengan minimnya produk yang dapat dihasilkan oleh petani maka kita akan terus menambah volume impor pangan kita.
Jika Pemerintah dapat konsekwen mengemban amanat UUPA dan mewujudkan reforma agraria Indonesia dapat mempercepat dan memperjelas arah pembangunan nasional, sehingga kelak kita tidak perlu lagi menyisihkan anggaran yang begitu besar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.
Resensi Buku Lembaga Kenotariatan Indonesia
Oleh : Adhitya Johan Rahmadan
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuatakta otentik dan kewenangan lainsebagaimana dimaksud dalam undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Profesi nobel (offiocium nobile) yang melakat pada notaries merupakan suatau hal yang hendakmya menjadi perhatian bagi kita semua,khususnya bagi para notaries Ia merupakan pejabat umum yang diharapkan dapat memberikan jasa hukum kepada masyarakat khususnya dalam hal alat bukuti berupa akta. Bekal ilmu kenotariatan dan moral yang mumpuni merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam rangka melaksanakan profesi mulia yang diembannya.
Pemahaman notaries terhadap aspek yuridis dan aspek etis akan menjadikan notaries kaum professional yang mampu mengikuti perkembangan hukum dalam menjawab permasalahan hukum actual yang terjai di masyarakat. Pada aspek yuridis, tentu memahami semua bidang hukum, baik hukum public maupun hukum privat. Sementara pada aspek etis ia harus memahami tentang nilai-nilai eti yang terkandung dalam kode etik notaries maupun nilai-nilai etik yang terkandung dalam Undang-undang Nomor 30tahun 2004 tentang jabatan notaris serta peraturan-peraturan pelaksanannya.
Jabatan notaries di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung pada waktu yang cukup lama Notaris pertama yang diangkat di Indonesia adalah Melchior Kelchem, sekretaris dari College van Schenpenen di jakarta pada tanggal 27 agustus 1620. Selanjutnya berturut turut diangkat beberapa notaris lainnya, yang kebanyakan adalah keturunan Belanda atau timur asing lainnya.
Pada tanggal 26 januari 1860 diundangkanlah Notaris Reglement yang sejanjutnya dikenal sebagai Peraturan Jabatan Notaris. Reglement atau ketentuan ini bisa dibilang adalah kopian dari Notariswet yang berlaku di Belanda. Peraturan jabatan notaris terdiri dari 66 pasal. Peraturan jabatan notaris ini masih berlaku sampai dengan diundangkannya undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris.
Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 agustus 1945, terjadi kekosongan pejabat notaris dikarenakan mereka memilih untuk pulang ke negeri Belanda. Untuk mengisi kekosongan ini, pemerintah menyelenggarakan kursus-kursus bagi warga negara Indonesia yang memiliki pengalaman di bidang hukum (biasanya wakil notaris). Jadi, walaupun tidak berpredikat sarjana hukum saat itu, mereka mengisi kekosongan pejabat notaris di Indonesia.
Selanjutnya pada tahun 1954, diadakan kursus-kursus independen di universitas Indonesia. Dilanjutkan dengan kursus notariat dengan menempel di fakultas hukum, sampai tahun 1970 diadakan program studi spesialis notariat, sebuah program yang mengajarkan keterampilan (membuat perjanjian, kontrak dll) yang memberikan gelar sarjana hukum (bukan CN – candidate notaris/calon notaris) pada lulusannya.
Pada tahun 2000, dikeluarkan sebuah peraturan pemerintah nomor 60 yang membolehkan penyelenggaraan spesialis notariat. PP ini mengubah program studi spesialis notarist menjadi program magister yang bersifat keilmuan, dengan gelar akhir magister kenotariatan.
Yang mengkhendaki profesi notaris di Indonesia adalah pasal 1868 Kitab undang-undang hukum perdata yang berbunyi: “Suatu akta otentik ialah suatu akta didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.” Sebagai pelaksanaan pasal tersebut, diundangkanlah undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris (sebagai pengganti statbald 1860 nomor 30).
Menurut pengertian undang undang no 30 tahun 2004 dalam pasal 1 disebutkan definisi notaris, yaitu: “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana maksud dalam undang-undang ini.” Pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagian fungsi publik dari negara, khususnya di bidang hukum perdata.
Dalam menjalankan kewajibannya notaries mempunyai kode etik yang diatur dalam undang-undang yang haraus di patuhi, selain ketentuanhukum positif umum yang dapat menjarat notaries dalam permasalahan hukum jika notaris terbukti menyalahgunakan jabatannya dapat di tuntut dengan ketentan perdata dan pidana, dalam hal ini notaries memiliki aturan kode etik sebagai berikut.
Notaris dilarang:
1. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
2. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;
3. Merangkap sebagai pegawai negeri;
4. Merangkap sebagai pejabat negara;
5. Merangkap sebagai advokat;
6. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta;
7. Merangkap sebagai pejabat pembuat akta tanah di luar wialayah jabatan notaris;
8. Menjadi notaris pengganti;
9. Melakukan profesi lain yang bertentangan dengan norma agam, kesusilaan atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehoramatan dan martabat jabatan notaris.
Notaris hanya berkedudukan di satu tempat di kota/kabupaten, dan memiliki kewenangan wilayah jabatan seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya. Notaris hanya memiliki 1 kantor, tidak boleh membuka cabang atau perwakilan dan tidak berwenang secara teratur menjalankan jabatan dari luar tempat kedudukannya, yang artinya seluruh pembuatan akta harus sebisa mungkin dlaksanakan di kantor notaris kecuali pembuatan akta-akta tertentu. Notaris dapat membuat perserikatan perdata, dalam hal ini mendirikan kantor bersama notaris, dengan tetap memperhatikan kemadirian dan kenetralannya dalam menjalankan jabatan notaris.
Setiap notaris ditempatkan di suatu daerah berdasarkan formasi notaris. Formasi notaris ditentukan oleh menteri Hukum dan HAM. dengan mempertimbangkan usul dari organisasi notaris.
Formasi notaris ditentukan berdasarkan:
• Kegiatan dunia usaha;
• Jumlah penduduk;
• Rata-rata jumlah akta yang dibuat oleh dan/atau di hadapan notaris setiap bulannya.
Sebagai pejabat umum, notaris memiliki jam kerja yang tidak terbatas. Untuk itu notaris memiliki hak cuti. Ketentuan mengenai cuti notaris menurut UUJN (pasal 25-32):
1. Hak cuti bisa diambil setelah notaris menjalankan jabatannya secara efektif selam 2 tahun;
2. Selama cuti, notaris harus memilih notaris pengganti;
3. Cuti bisa diambil setiap tahun atau diambil sekaligus untuk beberapa tahun;
4. Setiap pengambilan cuti maksimal 5 tahun sudh termasuk perpanjangannya;
5. Selama masa jabatan notaris, jumlah waktu cuti paling lama ialah 12 tahun;
6. Permohonan cuti diajukan ke:
- Majelis pengawas daerah, untuk cuti tidak lebih dari 6 bulan;
- Majelis pengawas wilayah, untuk cuti 6 bulan sampai dengan 1 tahun;
- Majelis pengawas pusat, untuk cuti lebih dari 1 tahun.
1. Selain notaris itu sendiri, dalam keadaan terdesak, suami/istri atau keluarga sedarah dalam garis lurus dari notaris dapat memohonkan permohonan cuti kepada majelis pengawas;
2. Apabila permohonan cuti diterima maka akan dikeluarkan sertifikat cuti yang dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk;
3. Apabila permohonan cuti ditolak oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti, maka penolakan itu harus disertai oleh alasan penolakan;
4. Notaris yang cuti wajib menyerahkan protokol notaris ke notaris pengganti.
Apabila pada saat cuti, notaris meningal dunia, maka notaris yang menggantikannya menjalankan jabatannya. Suami/istri atau keluarga sedarah dalam garis lurus dari notaris wajib melaporkannya kepada majelis pengawas daerah dalam jangka waktu 7 hari kerja sejak notaris itu meninggal.
Notaris pengganti adalah orang yang diangkat sementara untuk menggantikan notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan jabatannya sebagai notaris (UUJN pasal 1 angka 3). Syaratnya (UUJN pasal 33 angka 1):
1. WNI;
2. Cukup umur (27 tahun);
3. Berijazah sarjana hukum;
4. Telah berkerja sebagai karyawan kantor notaris paling sedikit 2 tahun berturut-turut.
Notaris pengganti habis masa kerjanya setelah masa cuti notaris selesai.
Notaris pengganti khusus ialah seseorang yang diangkat sebagai notaris untuk menggantikan seorang notaris, untuk membuat akta tertentu, karena di daerah kabupaten atau kota tidak ada notaris lain, sedangkan notaris yang menurut ketentuan UUJN tidak boleh membuat akta yang dimaksud (UUJN pasal 1 angka 4), syaratnya sama dengan notaris pengganti, yaitu:
1. WNI;
2. Cukup umur (27 tahun);
3. Berijazah sarjana hukum;
4. Telah berkerja sebagai karyawan kantor notaris paling sedikit 2 tahun berturut-turut.
Notaris pengganti khusus ditunjuk oleh majelis pengawas daerah, dan ahnaya berwenang untuk membuat akta untuk kepentingan notaris dan keluarganya. (UUJN Pasal 34 ayat 1). Notaris pengganti khusus tidak disertai dengan penyerahan protokol notaris (UUJN pasal 34 ayat 2).
Pejabat sementara notaris, yaitu seseorang yang untuk sementara menjalankan jabatan notaris bagi notaris yang:
1. Meninggal dunia;
2. Diberhentikan;
3. Diberhentikan sementara.
Pemberhentian Notaris menurut UUJN (pasal 8-14) Pemberhentian notaris bisa dikarenakan 3 hal, yaitu: Notaris berhenti dari jabatannya dengan hormat, karena:
1. Meninggal dunia;
2. Berumur 65 tahun, yang berarti memasuki masa pensiun, kecuali diperpanjang sampai umur 67 tahun apabila sehat;
3. Permintaan sendiri;
4. Tidak mampu secara rohani atau jasmani, dibuktikan dengan kinerja yang bruk selama 3 tahun berturut-turut;
5. Merangkap jabatan.
Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya karena:
1. Dalam proses pailit atau penundaan pembayaran utang; Notaris yang bersangkutan dapat dipulihkan haknya setelah keadaan tersebut telah selesai.
2. Berada di bawah pengampuan; Notaris yang bersangkutan dapat dipulihkan haknya setelah keadaan tersebut telah selesai.
3. Melakukan perbuatan tercela; Notaris yang bersangkutan dapat dipulihkan haknya setelah masa pemberhentian sementara berakhir (masa pemberhentian sementara maksimal 6 bulan).
4. Melanggar kewajiban dan larangan jabatan
Notaris yang bersangkutan dapat dipulihkan haknya setelah masa pemberhentian sementara berakhir.
Dalam hal merangkap jabatan, notaris wajib mengambil cuti dan memilih notaris pengganti. Jika tidak memilih notaris pengganti, maka MPD akan menunjuk notaris lain sebaga pemegang protokol notaris. Setelah tidak lagi merangkap jabatan dapat kembali menjadi pejabat notaris.
Notaris diberhentikan dengan tidak hormat karena:
• Dinyatakan pailit atas putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap;
• Berada di bawah pengampuan selama lebih dari 3 tahun;
• Melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan notaris;
• Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan.
Pengawasan notaris menurut UUJN (pasal 67-81) Notaris merupakan jabatan yang mandiri dan tidak memiliki atasan secara struktural, jadi notaris bertanggung jawab langsung kepada masyarakat. Pengawas notaris adalah menteri Hukum dan HAM, yang dalam rangka mengawasi notaris membentuk majleis pengawas dengan unsur:
• Pemerintah; Sebagai penguasa yag mengangkat pejabat notaris.
• Notaris; Notaris dilibatkan karena notaris yang mengetahui seluk-beluk pekerjaan notaris.
• Akademisi. Kehadirannya dikaitkan dengan perkembangan ilmu hukum, karena lingkup kerja notaris bersifat dinamis dan selalu berkembang.
Yang diawasi oleh majelis pengawas:
• Tingkah laku notaris;
• Pelaksanaan jabatan notaris;
• Pemenuhan kode etik notaris, baik kode etik dalam organisasi notaris ataupun
yang ada dalam UUJN;
Jika notaris dalam menjalankan tugasnya melakukan perbuatan yang dalam hal ini dapat dikategorikan dalam perbuaan pidana missal membuat pemalsuan tandatangan atau keterangan dan saksi fiktif maka bagi notaries tersebut juga berlaku ketentuan pidana, atau ternyata dalam menjalankan tugasnya notaris melakukan perbuatan melawan hukum maka notaris juga dapat di gugat didepan pengadilan.
Data Buku :
Pengarang : Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, SH., MH
Penerbit : UII Press
Surat Kuasa Pidana
Berikut ini adalah contoh Surat Kuasa dalam Kasus Pidana, file nya dapat di unduh di link berkut ini :
Klik Disini
Daftar Alat Bukti Perkara Perdata
Berikut ini adalah contaoh daftar alat bukti dalam gugatan/gugatan rekompensi dalam perkara perdata file nya dapat diunduh di file berikut ini :
Klik Diini
Akta Pendirian Perseroan Terbatas (PT)
Berikut ini adalah contoh akta dalam pendirian Perseroan Terbatas, file nya dapat di unduh di link berkut ini :
Klik Disini
Subyek Hukum Dalam Hukum Perdata
Oleh : Adhitya Johan Rahmadan
Syubyek hukum? Makanan apa sih itu, hehe, hari ini mau bahas hal yang satu ini, ya subyek hukum dapat dibagi menjadi dua yaitu subyek hukum orang dan subyek hukum badan hukum, mari kita bahas satu-satu..
Pengertian Subyek Hukum
Pengertian subyek hukum (rechts subyek) menurut Algra dalah setiap orang mempunyai hak dan kewajiban, yang menimbulkan wewenang hukum (rechtsbevoegheid), sedengkan pengertian wewenag hukum itu sendiri adalah kewenangan untuk menjadi subyek dari hak-hak.
Dalam menjalankan perbuatan hukum, subyek hukum memiliki wewenang, nah wewenang subyek hukum ini di bagi menjadi dua yaitu :
Pertama, wewenang untuk mempunyai hak (rechtsbevoegdheid), dan
Kedua, wewenang untuk melakukan ( menjalankan) perbuatan hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Pembagian Subyek Hukum;
Manusia:
Pengertian secara yuridisnya ada dua alasan yang menyebutkan alasan manusia sebagai subyek hukum yaitu;n Pertama, manusia mempunyai hak-hak subyektif dan kedua, kewenangan hukum, dalam hal ini kewenangan hukum berarti, kecakapan untuk menjadi subyek hukum, yaitu sebagai pendukung hak dan kewajiban.
Pada dasarnya manusia mempunyai hak sejak dalam kendungan (Pasal 2 KUH Perdata), namun tidak semua manusia mempunyai kewenangan dan kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum, orang yang dapat melakukan perbuatan hukum adalah orang yang sudah dewasa (berumur 21 tahun atau sudah kawin), sedangkan orang –orang yang tidak cakap melakukan perbuatan hukum adalah ; orang yang belum dewasa, orang yang ditaruh dibawah pengampuan, seorang wanita yang bersuami (Pasal 1330 KUH Perdata)
Badan hukum:
Terjadi banyak perdebatan mengenai bagaimana badan hukum dapat menjadi subyek hukum, dan memiliki sifat-sifat subyek hukum seperti manusia, nah Banyak sekali teori yang ada dan digunakan dalam dunia akademis untuk menjelaskan hal tersebut , akan tetapi menurut Salim HS, SH, Ms; Teori yang paling berpengaruh dalam hukum positif adalah teori konsensi dimana pada intinya berpendapat badan hukum dalam negara tidak dapat memiliki kepribadian hukum (hak dan kewajiban dan harta kekayaan) kecuali di perkenankan oleh hukum dalam hal ini berarti negara sendiri, bingung yah? Namanya juga teori, tahu sendiri kan, kalau profesor ngomong asal aja bisa jadi teori.
Nah menurut sifatnya badan hukum ini dibagi menjadi dua yaitu ;
Badan hukum publik, yaitu badan hukum yang di dirikan oleh pemerintah
Contohnya : Provinsi, kotapraja, lembaga-lembaga dan bank-bank negara
Badanhukum privat, adalah badan hukum yang didirikan oleh perivat (bukan pemerintah)
Contohnya : Perhimpunan, Perseroan Terbatas, Firma, Koprasi, Yayasan.
Daftar Pustaka :
Pengantar Hukum Perdata Tertuli (BW) oleh, Salim HS, S.H., M.S.
Seni Negoisasi Dalam Perkara Non Litigasi
Oleh : Adhitya Johan Rahmadan
Dalam Alternative Dispute Resolution (ADR) ada proses yang dinamakan negoisasi pada tulisan Negoisasi dan Mediasi saya yang telah lalu telah kita bahas tentang beberapa tahapannya, nah kali ini kita akan membahas bagaimana kita menerapkan Trik-trik dalam negoisasi yang dalam hal ini saya namakan seni bernegoisasi.
Seni negoisasi pertama :
1. Aturlah anggota tim kapan mereka harus aberbicara;
2. Cari waktu (hari) yang tepat;
3. Tentukan Ttempat yang tepat, Lebih baik ditempat lawan, karena Anda akan lebih mengetahui suasana lawan, atau tempat yang tidak memberatkan pembiayaan;
4. Aturlah tempat duduk untuk menghindari permusushan atau persilisahan, menguinakan tempat duduk dengan meja bundar, hal tersebut akan menciptakan kerjasama dimana seolah-oleh kedua pihak sedang menghadapi masalah yang sama;
5. Usahakan untuk mengetahui nama-nama yang terlibat dalam negoisasi agar lebih akrab;
6. Ciptakan suasana yang positif dan santai.
Seni negoisasi kedua :
1. Buatlah negoisasi ancar dengan menyetujui hal-hal yang kecil atau mudah disesuaikan. Tanguhkan masalah besar untuk waktu berikutnya, setelah kepercayaan terbangun;
2. Hindari konfrontasi pada awal negoisasi;
3. Jaga agar pihak yang mengajukan negoisasi yang harus mengajukan tawaran, kenudian baru anda yang mengajukan tawaran balik, seperti jual beli (penjual lebih dahulu mengajukan tawaran);
4. Jangan megajuakan tawaran lebih tinggi yang tidak masuk akal, tidak realistis demikian sebaliknya jangan mengajukan tawaran lebih rendah, hal demikian dapat meyebabkan pihak lawan tidak mau lagi berunding dan meningalkan ruang bernegoisasi;
5. Jangan bersifat agresif, memusuhi serta mendebat;
6. Negoisator yang baik adalah pendengar yang aktif dan jangan menginterupsi lawan Anda bicara, biarkan dia bicara ngelantur, jangan sekali-kali mengajukan pertanyaan untuk menunjukkkan kepandaian Anda, atau pertanyaan yang menimbulkan perdebatan;
7. Menghadapi konflik; Anda kemungkinan akan mengatakan hal-hal yang tidak enak didengar pihak lawan atau sebaliknya , karena itu sangat penting untuk memisahkan hal-hal yang sifatnya pribadi dengan maslah yang dihadapi, harus dijaga agar lawan tidak kehilangan muka.
Setrategi perundingan berdasarkan pada :
Bertumpu pada “ Posisi” (positional besed bargaining) yang terdiri; kompetitif (Hard) dan Kompromistis (Soft);
Bertumpu pada kepentingan (Interest based bargaining) dalam hal ini mengunakan joint problem solving.
Cukup sekian yang kita bahas dalam seni bernegoisasi kali ini dan ada beberapa hal yang penting di perhatikan oleh negoisator terkait dengan pengendalian emosi dan pengunaan humor yang dapat mencairkan kebekuan, dan membuat negoisasi menjadi santai, selamat bernegoisasi dan sukses.
Daftar Pustaka :
1. George Hartman, Seni Negoisasi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1997.
2. Garad I Nierenbreg, Seni Negoisasi, Dhara Prize, Semarang, 1992.
Negosiasi dan Mediasi
Oleh : Adhitya Johan Rahmadan
Dalam sistem penyelesain sengketa perdata terdapat tahapan penyelesaian sengketa melaluai ruang Non litigasi (di luar peradilan) sebelum sengketa tersebut di proses di peradilan, penyelesain non litigasi tersebut dibagi dua yaitu Abritase dan Alternative Dispute Resolution (ADR), nah pada kesempatan kali ini kita coba membahas proses ADR tersebut.
Dalam sistem penyelesain sengketa perdata terdapat tahapan penyelesaian sengketa melaluai ruang Non litigasi (di luar peradilan) sebelum sengketa tersebut di proses di peradilan, penyelesain non litigasi tersebut dibagi dua yaitu Abritase dan Alternative Dispute Resolution (ADR), nah pada kesempatan kali ini kita coba membahas proses ADR tersebut.
Apakah sengketa tersebut dan mengapa terjadi sengketa ?
Sengketa : adalah perbedaan pendapat yang telah mengemuka
Pemicu sengketa :
1. Kesalahan Pemahaman;
2. Perbedaan penafsiran;
3. Ketidak jelasan penafsiran;
4. Ketidak puasan;
5. Ketersinggungan;
6. Kecurigaan;
7. Tindakan tidak patut, curang dan tidak jujur;
8. Kesewenang-wenangan, ketidak adilan;
9. Terjadi keadaan yang tidak terduga.
Sedangkan ADR sendiri memiliki beberapa karakteristik yaitu :
a. Privat sukarela, dan konsensual (disepakati para pihak);
b. Kooperatif, tidak agresif/bermusuhan dan tegang;
c. Fleksibel, tidak formal dan kaku;
d. Kreatif;
e. Melibatkan partisipasi aktif para pihak;
f. Bertujuan untuk mempertahankan hubungan baik.
Beberapa bentuk ADR :
a. Negosiasi – adalah penyelesaian kedua belah pihak tanpa keterlibatan pihak ketiga;
b. Mediasi – Penyelesain dengan mengunakan penengah (mediator) yang sifatnya pasif
c. Konsultasi – Penyelesain dengan mengunakan penengah (konsiliator) yang sifatnya aktif
d. Penilian/ meminta pendapat ahli
e. Evaluasi netral dini (early neutral evaluation)
f. Pencarian Fakata netral (neutral fact finding)
Sekarang kita coba mengulas hal-hal yang berkaitan dengan negoisasi, menurut Fisher R dan William Ury; Negoisasi adalah komunikasi dua arah dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat keduabelah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama atau berbeda.
Keuntungan Negosiasi :
a. Mengetahui pandanga pihak lawan;
b. Kesempatan mengutarakan isi hati untuk didengar piha lawan;
c. Memungkinkan sengketa secara bersama-sama;
d. Mengupayakan solusi terbaik yang dapat diterima oleh keduabelah pihak;
e. Tidak terikat kepada kebenaran fakta atau masalah hukum;
f. Dapat diadakan dan diakhiri sewaktu-waktu.
Kelemahan Negosiasi :
a. Tidak dapat berjalan tanpa adanya kesepakatan dari keduabelah pihak;
b. Tidak efektif jika dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang mengambil
kesepakatan;
c. Sulit berjalan apabila posisi para pihak tidak seimbang;
d. Memungkinkan diadakan untuk menunda penyelesaian untuk mengetahui informasi yang dirahasiakan lawan;
e. Dapat membuka kekuatan dan kelemahan salahsatu pihak;
f. Dapat membuat kesepakan yang kurang menguntungkan.
Prasyarat Negosiasi yang efektif
a. Kemauan (Willingness) untuk menyelesaikan masalah dan bernegoisasi secara sukarela;
b. Kesiapan (Preparedness) melakukan negoisasi;
c. Kewenangan (authoritative) mengambil keputusan;
d. Keseimbangan kekuatan (equal bergaining power) ada sebagai saling ketergantungan;
e. Keterlibatan seluruh pihak (steaholdereship) dukungan seluruh pihak terkait;
f. Holistic (compehenship) pembahasan secara menyeluruh;
g. Masih ada komunikasi antara para pihak;
h. Masih ada rasa percaya dari para pihak
i. Sengketa tidak terlalu pelik
j. Tanpa prasangka dan segala komunikasiatau diskusi yang terjadi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti
Tahapan Negosiasi menurut William Ury dibagi menjadi empat tahap yaitu :
Tahapan Persiapan :
1) Persiapan sebagai kunci keberhasialan;
2) Mengenal lawan, pelajari sebanyak mungkin pihak lawan dan lakukan penelitian;
3) Usahakan berfikir dengan cara berfikir lawan dan seolah-olah kepentingan lawan sama dengan kepentingan anda;
4) Sebaiknya persiapkan pertanyaan-pertanyaan sebelum pertemuan dan ajukan dalam bahasa yang jelas dan jangan sekali-kali memojokkan atau menyerang pihak lawan;
5) Memahami kepentingan kita dan kepentingan lawan;
6) Identifikasi masalahnya, apakah masalah tersebut menjadi masalah bersama?
7) Menyiapkan agenda, logistik, ruangan dan konsumsi;
8) Menyiapkan tim dan strategi;
9) Menentukan BTNA (Best Alternative to A Negitieted Agreement) alternative lain atau harga dasar (Bottom Line)
b. Tahap Orientasi dan Mengatur Posisi :
1) Bertukar Informasi;
2) Saling menjelaskan permasalahan dan kebutuhan;
3) Mengajuakan tawaran awal.
c. Tahap Pemberian Konsensi/ Tawar Menawar
1) Para pihak saling menyampaikan tawaranya, menjelaskan alasanya dan membujuk pihak lain untuk menerimanya;
2) Dapat menawarkan konsensi, tapi pastikan kita memperoleh sesuatu sebagai imbalanya;
3) Mencoba memahai pemikiran pihak lawan;
4) Mengidentifikasi kebutuhan bersama;
5) Mengembangkan dan mendiskusiakan opsi-opsi penyelesaian.
d. Tahapan Penutup
1) Mengevaluasi opsi-opsi berdasarkan kriteria obyektif
2) Kesepakatan hanya menguntungkan bila tidak ada lagi opsi lain yang lebih baik, bila tidak berhasil mencapai kesepakatan, membatalkan komitmen atau menyatakan tidak ada komitmen
Untuk penyelesain melalui negoisasi kita cupkupkan sekian dulu untuk seni atau tips dan Trik negoisasi kita bahas pada kesempatan lebih lanjut, untuk selanjutnya kita coba menginjak pada pembahasan Mediasi.
Pengertian Mediasi : Mediasi adalah cara penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga, yaitu pihak ketiga yang dapat diterima (accertable) Artinya para pihak yang bersengketa mengizinkan pihak ketiga untuk membantu para rihak yang bersengketa dan membantu para pihak untuk mencapai penyenyelesaian. Meskipun demikianak septabilitas tidak berarti- para pihak selalu berkehendak untuk melakukan atau menerima sepenuhnya apa yang dikemukakan pihak ketiga. Mediasi menurut P.1.6 PerMa No.2 Tahun 2003 : Yaitu suatu penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dibantu oleh mediator.
Karakteristik Mediasi :
a. Intervesi mediator dapat diterima kedua belah pihak;
b. Mediator tidak berwenang membuat keputusan, hanya mendengarkan membujuk dan memberikan inspirasi kepada para pihak.
Mediasi Menurut Hukum Positif : Peraturan Mahkamah Agung RI. No.2 Tahun 2003 Tentang Prosedur Mediasi di pengadilan, konsideranya adalah; untuk mengurangi penumpukan perkara, merupakan salah satu cara menyelesaikan perkara lebih cepat dan murah, bersesuian dengan Pasal 130 HIR atau pasal P 153 RBg.
Sifat Mediasi :
a. Wajib (Mandatory) P.2 (1) atas seluruh perkara perdata yang diajukan kepengadilan Tk.1
b. Hakim mewajibkan para pihak menempuh lebih dahulu proses mediasi;
c. Hakim wajib memunda siadang dan memberikan kesempatan para pihak untuk mediasi;
d. Hakim wajib memberikan penjelasan ttg prosedur mediasi dan biayanya;
e. Apabila para pihak diwakili Penasehat Hukum maka setriap keputusan yang diambil harus memperoleh persetujuan tertulis dari para pihak;
f. Proses mediasi pada dasarnya tidak bersifat terbuka untu umum, kecuali para pihak menghendaki lain, sedangkan mediasi untuk kepentingan publik terbuka untuk umum.
Hak memilih mediator oleh para pihak :
a. Mediator ditunjuk (disepakati) oleh para pihak, dapat dari dalam peradilan (hakim) yang sudah mendapat sertifikat sebagai mediator, atau pihak dari luar pengadilan yang sudah bersetrifikat;
b. Jika para pihak dapat sepakat dalam memilih mediator maka ketua majelis hakim dapat menetapkan menunjuk mediator yang terdaftar dalam PN tersebut;
c. Waktu paling lama satu hari kerja setelah sidang pertama;
d. Ketua atau anggota majelis hakim di larang sebagai mediator
Kewajiban Mediator :
a. Mediator wajib menyusin jadwal mediasi;
b. Mediator wajib mendorong dan menelurusi serta mengali kepentingan para pihak;
c. Mediator wajib mencari berbagi pilihan penyelesain;
d. Mediator wajib merumuskan kesepakatan secara tertulis;
e. Mediator wajib memuat klausa pencabutan perkara;
f. Mediator wajib memeriksa kesepakan untuk menghindari jika ada klausa yang bertentangam dengan hukum;
g. Setelah 22 hari melalui mediasi tidak berhasil, maka mediator wajib menyatakan secara tertulis bagwa mediasi telah gagal dan memberikan pemberitahuan kepada majelis hakim;
h. Jika mediasi gagal, maka semua fotokopi, notulen, catatan mediator wajib dimusnahkan
Waktu dan Tempat Mediasi :
a. Paling lama 30 hari, bagi mediator di luar PN dapat di perpanjang;
b. 22 hari setelah ditunjuknya mediator;
c. 7 hari setelah mediator ditunjuk para pihak wajib menyerahkan fotokopi dokumen perkara (duduk perkara, susrt-surat, dll );
d. Mediasi dapat diselengarakan disalah satu ruangan pengadialan atau tempat lain yang disepakati para pihak
Hal-hal lain yang perlu di perhatikan :
a. Para pihak dapat di dampingi oleh penasehat hukum;
b. Para pihak wajib menhadap kembali kepada majelis haim yang memeriksa perkara;
c. Kesepakatan hasil mediasi di tandatangani oleh para pihak dan dapat dikukuhkan majelis hakim sebagai akta perdamaian;
d. Mediator dapat melakukan kaukus;
e. Mediator dengan kesepakatan para pihak dapat mengundang ahli;
f. Jika mediasi gagal, maka pernyataan dan pengakuan para pihak tidak dapat digunakan sebagai alat bukti persidangan;
g. Mediator tidak dapat dijadikan saksi di pengadilan;
h. Mediasi di pengadilan tidak di pungut biaya, sedangkan di tempat lain biaya di bebenkan kepada para pihak;
i. Mediasi oleh hakim tidak dipungut biaya, sedangkan mediator bukan hakim ditangung oleh para pihak atas kesepakatan.
Sekian dulu pembahasan mengenai Negosiasi dan Meidasi sebagai alat penyelesai sengketa di luar pengedilan dimana pilihan penyelesain ini layak di pertimbangka karen adengan sistim peradilan di indonesia, biasayany proses penyelesaian perkara dipengadilan bisa sangat lama karena rumutnya sistem peradilan yang belum di susun rapi belum lagi ada beberapa tingkatan upaya hukum dari banding sampai kasasi, yang memakan banyak waktu .
Daftar Pustaka :
1. Gary Goodpaster, Panduan Negoisasi dan Mediasi, ELIPS jakarta 1999
2. Gunawan wijaya, Alternative Penyelesaian Sengketa, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta 2002
3. Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di luar Pengadilan. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005