Suatu saat, seseorang pasti membutuhkan tempat entah untuk dijadikan tempat tinggal maupun tempat untuk mengadakan usaha. Permasalahan terjadi kalau kita tidak mempunyai tanah hak dengan hak milik, maka yang kita dapat lakukan adalah mengadakan perjanjian dengan orang lain untuk menyewanya, untuk melindungi perjanjian tersebut kita perlu untuk membuat perjanjian dihadapan notaris, berikut ini adalah contoh akta otentik (yang dibuat oleh notaris) dari perjanjian tersebut :
Untuk mengunduh file akta tersebut silahkan Klik Disini
Akta Pemberian Hak Guna Bangunan
Membongkar Kejahatan Asuransi TKI
Oleh : Adhitya Johan Rahmadan
TKI yang selama ini menjadi penghasil devisa negara, adala pihak yang paling lemah dalam perlindungan hukum karena pekerjaan mereka bersifat trans nasional karena kerancauan pengaturan hukum yang melibatkan aturan hukum lintas Negara, dengan kondisi demikian pemerintah seakan menutup mata dengan kondisi yang dialami TKI di luar negeri.
Pada tahun 2009 pengaduan TKI yang mengadu di LBH Yogyakarta tercatat kurang lebih 4 pengaduan dengan jumlah korban mencapai 106 orang yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena krisis financial global yang terjadi. Setelah kembali ke Indonesia ternyata Klaim asuransi yang seharusnya di dapatkan TKI atas PHK yang terjadi oleh diri mereka sangat sulit untuk di dapatkan kalaupun dapat di klaim jumlahnya tidak sesuai dengan yang di perjanjikan dalam premi.
Dari jumlah 106 jumlah korban terdiri dari :
• 22 orang adalah TKI dari Perusahaan Jasa TKI Timur Raya yang dipekerjakan disalah satu perusahaan di Malaysia dengan kontrak kerja selama 2 tahun,
• 71 orang adalah TKI dari Perusahaan Jasa TKI Dian Perdana Jogja yang dipekerjakan di PT. Shin Etsu Malaysia dengan masa kontrak kerja selama 2 tahun.
• 5 orang TKI dari Perusahaan Jasa TKI Mutiara Karya Mitra yang dipekerjakan di PT. Shin Etsu Malaysia dengan masa kontrak kerja selama 2 tahun.
• 8 orang TKI dari Perusahaan Jasa Maha Barokah Rizky yang dipekerjakan disalah satu perusahaan Malaysia dengan masa kontrak kerja selama 2 tahun.
Dari 106 orang TKI yang menjadi klien, hanya 5 TKI yang tidak didaftarkan sebagai peserta asuransi yakni TKI dari Perusahaan Jasa TKI Maha Barokah Rizky. Dalam hal ini merujuk kepada UU. No. 39/2004 bisa dikenakan sanksi administrative(pasal 100) dan sanski pidana yang diatur dalam Kitap Undang-Undang hukum Pidana (pasal 103).
Adapun 101 TKI yang didaftarkan sebagai peserta asuransi, sesuai dengan Permen No. 23 Th 2008 berhak atas klaim asuransi sebesar Rp. 10.000.000. Adapun yang berkewajiban membayarkan klaim asuransi tersebut adalah Konsorsium Asuransi yang telah ditunjuk oleh pemerintah, dalam hal ini Konsorsium yang dimaksud sebagai berikut :
1. Konsorsium Asuransi Jasindo : Membayar klaim sebanyak 22 TKI dari Perusahaan Jasa TKI Timur Raya.
2. Konsorsium Asuransi Bangun Askrida : Membayarkan klaim sebanyak 71 TKI dari Perusahaan Jasa TKI Dian Jogja Perdana.
3. Konsorsium Asuransi Paladin : Membayarkan klaim seabnyak 8 TKI dari Perusahaan Jasa TKI Maha Barokah Rizky dan Perusahaan Jasa TKI Mutiara Karya Mitra.
Berdasarkan peraturan yang berlaku, yakni Undang-Undang No.39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (PPTKILN), para TKI berhak perlindungan kepada TKI selama masa sebelum pemberangkatan, masa penempatan,dan masa purna penempatan. Akan tetapi dalam kenyataaannya perlindungan sebagai hak konstitusional para TKI banyak yang diabaikan dan dilanggar.
Salah satu yang diabaikan dan dilanggar adalah hak para TKI yang menjadi korban PHK untuk mendapatkan klaim asuransi. Didalam Permenakertrans No: 23/MEN/XII/2008 Tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia, setiap TKI yang di PHK sebelum masa kontraknya habis berhak mendapatkan klaim asuransi sebesar Rp. 10.000.000. Adapun kewajiban untuk membayarkan klaim tersebut dibebankan kepada Konsorsium Asuransi yang telah ditunjuk oleh pemerintah.
Walupun sudah ada dasar hukum yang jelas, Klaim Asuransi sebagai hak tidak selalu otomatis didapatkan oleh para mantan TKI. Pada kenyataannya, seluruh Konsorsium Asuransi dengan berbagai alasan tidak menjalankan kewajiban membayar klaim asuransi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dari pengalaman LBH Yogyakarta semester pertama tahun 2009 dalam mendampingi pengurusan asuransi TKI korban PHK, seluruh Konsorsium Asuransi dengan alasan belum terpenuhinya persyaratan untuk pengajuan klaim asuransi yang meliputi 1) Perjanjian Kerja, 2) Perjanjian Penempatan, 3) Surat keterangan PHK dari pengguna dan atau, 4) surat keterangan dari perwakilan republik indonesian di negara penempatan. Maka Konsorsium Asuransi dengan seenaknya sendiri memperlambat pencairan klaim asuransi tersebut. Padahal didalam Permen No. 23 tahun 2008 seharusnya pencairan klaim asuransi paling lambat 7 (tujuh) hari sejak pengajuan diterima.
Alasan selanjutnya yang digunakan oleh seluruh Konsorsium Asuransi adalah tidak adanya ketentuan didalam Undang-Undang dan Polish Asuransi bahwa TKI yang di PHK akibat Krisis Global berhak mendapatkan klaim asuransi, sehingga dengan alasan tersebut Konsorsium Asuransi hanya membayarkan klaim asuransi sesuai dengan kemauan dan kemampuan mereka saja. Selama tahun 2009 ini, dengan alasan tersebut diatas seluruh Konsorsium Asuransi hanya membayarkan klaim asuransi yang menjadi hak-nya para TKI yang di PHK hanya sebesar Rp. 4.000.000.
Pelanggaran yang sangat jelas ini dilakukan secara terbuka dan dibiarkan oleh negara dalam hal ini dilaksanakan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) dan Menteri Keuangan. Hal ini dilakukan dengan membiarkan Konsorsium Asuransi yang tidak membayarkan klaim asuransi seperti ketentuan yang berlaku. Padahal pemerintah melalui Perusahan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) telah melakukan pungutan premi asuransi kepada setiap TKI sebesar Rp. 400.000 yang disetorkan kepada perusahaan Konsorsium Asuransi TKI.
Kebijakan Pemerintah Tidak Memihak TKI
Pemasalah TKI tersebut akan terus berulang karena kebijakan pemerintah tidak jelas dalam menerbtkan regulasi TKI, Hal tersebut dipicu oleh penerbitan Peraturan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) Nomor : Per-23/ MEN/V/2006 tentang Asuransi TKI yang diganti dengan aturan terbaru yaitu Permenakertrans Nomor : PER-23/MEN/XII/2008 tentang Asuransi TKI dan Keputusan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) Nomor : KEP-280/MEN/VII/2006 tentang penetapan Konsorsium Asuransi TKI yang terdiri dari beberapa perusahaan asuransi komersial dan satu pialang asuransi sebagai penyelenggara program asuransi TKI yang bersifat wajib. Berdasarkan dua regulasi Menakertrans itu, Perusahaan Jasa TKI diwajibkan membayarkan premi asuransi kepada Konsorsium Asuransi yang diketuai oleh PT Asuransi Jasa Raharja Indonesia melalui rekening pialang asuransi PT.Grasia Media Utama. Yang merupakan perusahan privat yang bersifat komersial.
Persoalan tersebut muncul karena Permenakertrans dan Kepmenakertrans itu mengatur hal yang sama tapi dengan ketentuan yang berbeda dengan Undang-Undang No 2 Tahun 1992 tentang usaha perasuransian, seperti asuransi TKI yang diwajibkan berdasarkan pasal 68 UU No 39 Tahun 2004 (PPTKILN), merupakan program asuransi sosial yang hanya dapat diselenggarakan oleh BUMN. Seperti terungkap dalam penjelasan pasal 9 UU Usaha Perasuransian, keberadaan BUMN yang menyelenggarakan program asuransi bersifat social itu didasarkan pada Undang-undang dan tugas serta fungsinya dituangkan dalam peraturan pemerintah, dalam hal ini Menakertrans menafsirkan kata-kata “Jenis Program Asuransi” dalam pasal 68 ayat (2) UU PPTKLN dapat berupa asuransi komersial maupun asuransi komersial (Erman Suparno Upaya yang Ditempuh Depnakertrans Melalui Reformasi manajemen Penempatan dan Perlindungan TKI Yang Bekerja Di luar Negeri) pada prakteknya Perusahaan yang menyelenggarakan program asuransi bersifat komersial dan Menakertrans memaksaakan untuk meenggunakan jasa asuransi pada korosarium asuransi TKI yang bersifar komersial tersebut, bahkan diatur juga saksi pidananya jika tidak membayar asuransi melalui Korosarium Asuransi dan Palang Asuransi tersebut, padahal menurut UU No 2 tahun 1992 tentang usaha perasuransian asuransi yang bersifat komersial jelas tidak bisa dipaksakan.
Dengam dikeluranya kedua kebijakan baik Permenakertrans maupun Kepmenakertrans, telah terang benerang menunjukkan penyalahgunaan kewenangan, karena telah memperkaya perusahaan asuransi komersial dengan dalihuntuk melindungi TKI, dengan memerintahkan Perusahaan Jasa TKI mengurus asuransinya pada perusahaan dan pialang Asuransi yang bersifat komersial.
Dalam hal ini penyalah gunaan kewenangan ini di tunjukkan oleh dikeluarkanya keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, yang menyatakan agar Menakertrans segera Mencabut Kepmenakertrans segera mencabut Kepmenakertrans No. : Kep- 280/MEN/VII/2006 yang merupakan yang didasarkan pada Permenakertrans 23/MEN/V/2006. Kedua kebijakan tersebut harus segera dibatalkan kareba melanggar UU No.5 Tenhun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Bisnis Indonesia, Jumat, 15-9-2006)
Lebih ironis lagi Permenakertrans/ Kepmenakertrans itu justru bertentangan dengan UU PPTKLN khususnya pasal 5, 6, 7 dan 80 yang prinsipnya menyatakan bahwa perlindungan TKI, termasuk pemberian bantuan hukum di Negara tujuan penempatan TKI menjadi ruang lingkup pertangungan asuransi, adalah tanggungjawab Negara dan sekaligus hak TKI sebagai warga Negara.
Pada prakteknya TKI dipaksa membayar biaya perlindungan dan pembinaan sebesar US $ 15 kepada Negara sesuai dengan ketentuan PP No. 92 Tahun 2000. Disini ada kerancuan aturan, bagaimana suatu yang dinyatakan sebagai hak dari TKI, justru dikenakan biaya sebagai perlindungan kepada Negara dengan pungutan bukan pajak karena bersifat wajib dan hanya diatur dengan Peraturan Pemerintah, padahal dalam konstitusi UUD 1945 jelas diatur dalam pasal 23A yang mengaratakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara harus diatur dengan Undang-Undang
Dengan banyaknya kerancuan kebijakan yang menyalahi aturan dan bersifat monopolisti dengan pengawasan yang lemah berakibat banyak uang asuransi yang semestinya menjadi hak TKI itu hangus dan menumpuk hanya untuk mengisi pundi-pundi perusahaan konsorsium asuransi TKI. Sebagaimana pernah disinyalir dan dipermasalahkan oleh para pejabat Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), bahwa selama 2008 saja, jumlah klaim asuransi yang belum dibayarkan oleh konsorsium asuransi TKI itu mencapai perkiraan angka Rp20 miliar. Dengan angka sebesar Rp20 miliar itu diperkirakan bahwa perusahaan konsorsium asuransi TKI telah menahan klaim asuransi sebanyak 2.000 orang TKI bermasalah tanpa alasan yang dapat dibenarkan oleh hukum.
Selama ini kecurangan sistem asuransi tenaga kerja Indonesia (TKI), terutama terhadap TKI yang mengalami masalah saat bekerja di luar negeri, tidak banyak yang diungkap dan dipermasalahkan. Kasus ini seakan dianggap hal yang lumrah saja dan tidak perlu dipermasalahkan. Padahal, kasus kecurangan itu secara sistematis telah banyak memakan korban TKI yang mengalami masalah serius, misalnya yang mengalami kecelakaan kerja, meninggal dunia, penyiksaan, pemerkosaan, pelecehan seksual, PHK sepihak, majikan bermasalah, TKI yang gila, TKI yang hilang, TKI yang di bawah umur, TKI yang dipekerjakan tidak sesuai dengan perjanjian kerja, dan upah mereka yang tidak dibayar oleh pihak majikan, pada saat pulang kedalam negeripun sangat sulit untuk memperoleh klaim asuransi yang menjadi hak TKI.
Ini menjadi preseden buruk bagi pemerintah saat ini, karena saat bekerja di luar negeri TKI tidak mendapatkan perlindungan dan ternyata saat pulang di Indonesia nasib mereka tidaklah berbeda, tidak diperhatikan oleh pemerintah dengan melindungi hak-haknya terutama dalam hal klaim asuransi, perlu perubahan paradigma dan aturan hukum yang menyeluruh jika mau Warga Negara Indonesia yang bekerja di luar negeri lebih bermartabat tidak hanya seperti hewan ternak yang hanya dijual dan tidak diperlakukan layaknya manusia yang bermartabat.
Paradoks Reforma Agraria Dan kebijakan Impor Pangan
Oleh : Adhitya Johan Rahmadan
Indonesia adalah negara yang mempunyai sumber daya alam yang luar biasa mulai dari kesuburan tanah hingga kekayaan laut yang berlimpah, sehingga sering kita mendengar istilah Indonesia adalah negara Agraris, akan tetapi itu hanya menjadi jargon semata tanpa adanya Implementasi yang jelas dari pemerintah.
Hal tersebut terlihat dari rapuhnya ketahanan pangan, dikarenakan minimnya produk pokok pertanian seprti kedelai, jagung dan gula yang dapat diproduksi di dalam negeri, Indonesia kini mengandalkan kebijan Impor produk pangan dari luar negeri yang mengakibatkan ketergantungan yang tidak semestinya di alami Indonesia sebagai negara yang bercorak agraris.
Dalam pemenuhan kebutuhan pangan nasional Indonesia cukup tergantung dengan impor produk pangan dari luar negeri, lebih dari 5 miliar dollar AS atau setara Rp 50 triliun lebih devisa dikeluarkan untuk mengimpor pangan. (Kompas, Selasa, 25 Agustus 2009). Sedangkan dapat kita ketahui sejak zaman kolonialisasi bangsa Indonesia sudah menjadi bangsa agraris dan terbiasa memenuhi kebutuhan pokok pangnnya, kenapa setelah kemerdekaan kita raih Indonesia justru harus mengimpor produk pangan untuk mencukupi persediaan pangan nasional.
Kalau dilihat lebih lanjut, permasalahan ketahanan pangan tersebut bermula dari kekacauan paradigma pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah orde baru hingga sekarang, sebenarnya pada saat pemerintahan Orde Lama arah pembangunan nasional memang diarahkan ke aspek pertanian hal tersebut terlihat dari ditetapkannya Undang-Undang No 5 Tahun 1960 Tentang Perturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dimana semangat dari UUPA adalah semangat reforma agraria untuk melindungi dan memajukan petani di Indonesia.
Namun sejak awal pemerintah Orde Baru, Indonesia mulai mencanagkan langkah-langkah dalam kebijaksanaan pembangunan yang ingin mentrasformasikan masyarakat agraris menjadi masyarakat industri, akan tetapi sampai sekarang keinginan dari pemerintahan Orde Baru tersebut tidak dapat dituntaskan.
Kegagalan trasformai masyarakt agraris ke masyarakat industri dikarenakan pemerintah yang berkuasa tidak sunguh-sunguh dan konsisten untuk menyelesaikan reforma agraria yang diamanatkan UUPA. Seperti hak tanah untuk petani penggarap dan larangan kepemilikan tanah melebihi batas, yang seharusnya sudah tuntas terlebih dahulu, sebelum menginjak ketahapan Industrialisasi.
Memang sejak pemerintahan orde baru mencul kebijakan untuk meniadakan reforma agraria kususnya distribusi tanah bagi petani, dikarenakan paradigma pembangunan berbasis industri lebih dominan. Namun faktanya bangsa Indonesia sebagaian besar berprofesi sebagai petani yang membutuhkan lahan pertanian sebagai sumber penghasilan, akan tetapi hal tersebut diingkari oleh pemerintahan orde baru, sehingga distribusi tanah bagi petani diabaikan dengan asumsi industri dapat menyerap tenaga kerja dari petani desa yang tidak mempunyai lahan cukup, akibatnya terjadi urbanisasi besar-besaran.
Menurut Prof. Dr. Sediono M.P Tjondronegoro pembangunan industri dan prasarananya ternyata juga membutuhkan tanah. Termasuk juga pemukiman di sekitar pusat-pusat industri yang semakin meluas. Pulau jawa yang padat penduduknya yang terutama mengalami kekurangan tanah terlebih dahulu dibanding pulau-pulau lain. Disinilah timbul kecemasan bahwa dengan berkurangnya areal persawahan di pulau jawa, produkasi pertanian dapat menurun.
Masalah tersebut diperparah dengan banyaknya jumlah petani yang tidak mempunyai lahan pertanian yang luas, padahal dalam UUPA diamanatkan bahwa petani penggarap berhak mendapatkan dua hektar lahan pertanian. Prof Loekman Soetrisno dan prof Sjamsoe’oed Sadjad, bahwa kepemilikan lahan yang sangat sempit merupakan kendala untuk meningkatkan kesejahteran dan produktifitas petani, upaya pertama yang harus dilakukan adalah pengusaan lahan garapan yang mencapai sekala “layak usaha” sehingga petani mampu mengakses berbagai fasilitas usaha-usaha lainnya, yang mempu mensejahterakan dirinya.
Tanah Untuk Petani
Sebagaian petani di Indonesia masih bercorak petani gurem/kecil, bahkan banyak diantara mereka yang berprofesi petani namun tidak mempunyai tanah, mereka mengelola tanah orang lain dengan sistim bagi hasil. Sehingga banyaknya jumlah petani tidak sebanding dengan jumlak produk yang bisa dihasilkan, untuk itu perlunya kita mengembangkan konsep petani yang lebih maju, yang mempunyai oroentasi ke ekonomi uang dan pasar, mampu memanfaatkan teknologi yang lebih mekanis dan mengelola usaha taninya dengan lebih mutahir, petani tersebut biasa disebut farmer, tentu saja farmer membutuhkan tanah yang luas agar bisa mengembangkan produksi pertaniannya.
Namun tanpa reforma agraria, termasuk redistribusi dan konsolidasi tanah pertanian yang konsisten, sukar diharapkan petani gurem/kecil akan dapat menjadi petani maju, dikarenakan produk yang mereka hasilkan tidak akan memenuhi volume permintaan yang dibutuhkan masyarakat Indonesia sendiri.
Menteri negara agraria/kepala BPN mungkin tidak cukup kuat untuk meyakinkan angota-angota cabinet lain yang belum menyadari krusial dan fitalnya UUPA, sehingga kiranya perlu dorongan oleh LSM dan kelompok pelobi lain agar pemerintah sunguh-sunguh dalam mengatur agraria kita. Jika hal tersebut tidak dapat dilaksanakan beban pemenuhan kebutuham pangan akan terus melonjak melebihi batas yang dapat kita perhitungkan dengan minimnya produk yang dapat dihasilkan oleh petani maka kita akan terus menambah volume impor pangan kita.
Jika Pemerintah dapat konsekwen mengemban amanat UUPA dan mewujudkan reforma agraria Indonesia dapat mempercepat dan memperjelas arah pembangunan nasional, sehingga kelak kita tidak perlu lagi menyisihkan anggaran yang begitu besar untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.
Resensi Buku Lembaga Kenotariatan Indonesia
Oleh : Adhitya Johan Rahmadan
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuatakta otentik dan kewenangan lainsebagaimana dimaksud dalam undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Profesi nobel (offiocium nobile) yang melakat pada notaries merupakan suatau hal yang hendakmya menjadi perhatian bagi kita semua,khususnya bagi para notaries Ia merupakan pejabat umum yang diharapkan dapat memberikan jasa hukum kepada masyarakat khususnya dalam hal alat bukuti berupa akta. Bekal ilmu kenotariatan dan moral yang mumpuni merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam rangka melaksanakan profesi mulia yang diembannya.
Pemahaman notaries terhadap aspek yuridis dan aspek etis akan menjadikan notaries kaum professional yang mampu mengikuti perkembangan hukum dalam menjawab permasalahan hukum actual yang terjai di masyarakat. Pada aspek yuridis, tentu memahami semua bidang hukum, baik hukum public maupun hukum privat. Sementara pada aspek etis ia harus memahami tentang nilai-nilai eti yang terkandung dalam kode etik notaries maupun nilai-nilai etik yang terkandung dalam Undang-undang Nomor 30tahun 2004 tentang jabatan notaris serta peraturan-peraturan pelaksanannya.
Jabatan notaries di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung pada waktu yang cukup lama Notaris pertama yang diangkat di Indonesia adalah Melchior Kelchem, sekretaris dari College van Schenpenen di jakarta pada tanggal 27 agustus 1620. Selanjutnya berturut turut diangkat beberapa notaris lainnya, yang kebanyakan adalah keturunan Belanda atau timur asing lainnya.
Pada tanggal 26 januari 1860 diundangkanlah Notaris Reglement yang sejanjutnya dikenal sebagai Peraturan Jabatan Notaris. Reglement atau ketentuan ini bisa dibilang adalah kopian dari Notariswet yang berlaku di Belanda. Peraturan jabatan notaris terdiri dari 66 pasal. Peraturan jabatan notaris ini masih berlaku sampai dengan diundangkannya undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris.
Setelah Indonesia merdeka pada tanggal 17 agustus 1945, terjadi kekosongan pejabat notaris dikarenakan mereka memilih untuk pulang ke negeri Belanda. Untuk mengisi kekosongan ini, pemerintah menyelenggarakan kursus-kursus bagi warga negara Indonesia yang memiliki pengalaman di bidang hukum (biasanya wakil notaris). Jadi, walaupun tidak berpredikat sarjana hukum saat itu, mereka mengisi kekosongan pejabat notaris di Indonesia.
Selanjutnya pada tahun 1954, diadakan kursus-kursus independen di universitas Indonesia. Dilanjutkan dengan kursus notariat dengan menempel di fakultas hukum, sampai tahun 1970 diadakan program studi spesialis notariat, sebuah program yang mengajarkan keterampilan (membuat perjanjian, kontrak dll) yang memberikan gelar sarjana hukum (bukan CN – candidate notaris/calon notaris) pada lulusannya.
Pada tahun 2000, dikeluarkan sebuah peraturan pemerintah nomor 60 yang membolehkan penyelenggaraan spesialis notariat. PP ini mengubah program studi spesialis notarist menjadi program magister yang bersifat keilmuan, dengan gelar akhir magister kenotariatan.
Yang mengkhendaki profesi notaris di Indonesia adalah pasal 1868 Kitab undang-undang hukum perdata yang berbunyi: “Suatu akta otentik ialah suatu akta didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, yang dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya.” Sebagai pelaksanaan pasal tersebut, diundangkanlah undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris (sebagai pengganti statbald 1860 nomor 30).
Menurut pengertian undang undang no 30 tahun 2004 dalam pasal 1 disebutkan definisi notaris, yaitu: “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana maksud dalam undang-undang ini.” Pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagian fungsi publik dari negara, khususnya di bidang hukum perdata.
Dalam menjalankan kewajibannya notaries mempunyai kode etik yang diatur dalam undang-undang yang haraus di patuhi, selain ketentuanhukum positif umum yang dapat menjarat notaries dalam permasalahan hukum jika notaris terbukti menyalahgunakan jabatannya dapat di tuntut dengan ketentan perdata dan pidana, dalam hal ini notaries memiliki aturan kode etik sebagai berikut.
Notaris dilarang:
1. Menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya;
2. Meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah;
3. Merangkap sebagai pegawai negeri;
4. Merangkap sebagai pejabat negara;
5. Merangkap sebagai advokat;
6. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai BUMN, BUMD, atau badan usaha swasta;
7. Merangkap sebagai pejabat pembuat akta tanah di luar wialayah jabatan notaris;
8. Menjadi notaris pengganti;
9. Melakukan profesi lain yang bertentangan dengan norma agam, kesusilaan atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehoramatan dan martabat jabatan notaris.
Notaris hanya berkedudukan di satu tempat di kota/kabupaten, dan memiliki kewenangan wilayah jabatan seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya. Notaris hanya memiliki 1 kantor, tidak boleh membuka cabang atau perwakilan dan tidak berwenang secara teratur menjalankan jabatan dari luar tempat kedudukannya, yang artinya seluruh pembuatan akta harus sebisa mungkin dlaksanakan di kantor notaris kecuali pembuatan akta-akta tertentu. Notaris dapat membuat perserikatan perdata, dalam hal ini mendirikan kantor bersama notaris, dengan tetap memperhatikan kemadirian dan kenetralannya dalam menjalankan jabatan notaris.
Setiap notaris ditempatkan di suatu daerah berdasarkan formasi notaris. Formasi notaris ditentukan oleh menteri Hukum dan HAM. dengan mempertimbangkan usul dari organisasi notaris.
Formasi notaris ditentukan berdasarkan:
• Kegiatan dunia usaha;
• Jumlah penduduk;
• Rata-rata jumlah akta yang dibuat oleh dan/atau di hadapan notaris setiap bulannya.
Sebagai pejabat umum, notaris memiliki jam kerja yang tidak terbatas. Untuk itu notaris memiliki hak cuti. Ketentuan mengenai cuti notaris menurut UUJN (pasal 25-32):
1. Hak cuti bisa diambil setelah notaris menjalankan jabatannya secara efektif selam 2 tahun;
2. Selama cuti, notaris harus memilih notaris pengganti;
3. Cuti bisa diambil setiap tahun atau diambil sekaligus untuk beberapa tahun;
4. Setiap pengambilan cuti maksimal 5 tahun sudh termasuk perpanjangannya;
5. Selama masa jabatan notaris, jumlah waktu cuti paling lama ialah 12 tahun;
6. Permohonan cuti diajukan ke:
- Majelis pengawas daerah, untuk cuti tidak lebih dari 6 bulan;
- Majelis pengawas wilayah, untuk cuti 6 bulan sampai dengan 1 tahun;
- Majelis pengawas pusat, untuk cuti lebih dari 1 tahun.
1. Selain notaris itu sendiri, dalam keadaan terdesak, suami/istri atau keluarga sedarah dalam garis lurus dari notaris dapat memohonkan permohonan cuti kepada majelis pengawas;
2. Apabila permohonan cuti diterima maka akan dikeluarkan sertifikat cuti yang dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk;
3. Apabila permohonan cuti ditolak oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti, maka penolakan itu harus disertai oleh alasan penolakan;
4. Notaris yang cuti wajib menyerahkan protokol notaris ke notaris pengganti.
Apabila pada saat cuti, notaris meningal dunia, maka notaris yang menggantikannya menjalankan jabatannya. Suami/istri atau keluarga sedarah dalam garis lurus dari notaris wajib melaporkannya kepada majelis pengawas daerah dalam jangka waktu 7 hari kerja sejak notaris itu meninggal.
Notaris pengganti adalah orang yang diangkat sementara untuk menggantikan notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan jabatannya sebagai notaris (UUJN pasal 1 angka 3). Syaratnya (UUJN pasal 33 angka 1):
1. WNI;
2. Cukup umur (27 tahun);
3. Berijazah sarjana hukum;
4. Telah berkerja sebagai karyawan kantor notaris paling sedikit 2 tahun berturut-turut.
Notaris pengganti habis masa kerjanya setelah masa cuti notaris selesai.
Notaris pengganti khusus ialah seseorang yang diangkat sebagai notaris untuk menggantikan seorang notaris, untuk membuat akta tertentu, karena di daerah kabupaten atau kota tidak ada notaris lain, sedangkan notaris yang menurut ketentuan UUJN tidak boleh membuat akta yang dimaksud (UUJN pasal 1 angka 4), syaratnya sama dengan notaris pengganti, yaitu:
1. WNI;
2. Cukup umur (27 tahun);
3. Berijazah sarjana hukum;
4. Telah berkerja sebagai karyawan kantor notaris paling sedikit 2 tahun berturut-turut.
Notaris pengganti khusus ditunjuk oleh majelis pengawas daerah, dan ahnaya berwenang untuk membuat akta untuk kepentingan notaris dan keluarganya. (UUJN Pasal 34 ayat 1). Notaris pengganti khusus tidak disertai dengan penyerahan protokol notaris (UUJN pasal 34 ayat 2).
Pejabat sementara notaris, yaitu seseorang yang untuk sementara menjalankan jabatan notaris bagi notaris yang:
1. Meninggal dunia;
2. Diberhentikan;
3. Diberhentikan sementara.
Pemberhentian Notaris menurut UUJN (pasal 8-14) Pemberhentian notaris bisa dikarenakan 3 hal, yaitu: Notaris berhenti dari jabatannya dengan hormat, karena:
1. Meninggal dunia;
2. Berumur 65 tahun, yang berarti memasuki masa pensiun, kecuali diperpanjang sampai umur 67 tahun apabila sehat;
3. Permintaan sendiri;
4. Tidak mampu secara rohani atau jasmani, dibuktikan dengan kinerja yang bruk selama 3 tahun berturut-turut;
5. Merangkap jabatan.
Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya karena:
1. Dalam proses pailit atau penundaan pembayaran utang; Notaris yang bersangkutan dapat dipulihkan haknya setelah keadaan tersebut telah selesai.
2. Berada di bawah pengampuan; Notaris yang bersangkutan dapat dipulihkan haknya setelah keadaan tersebut telah selesai.
3. Melakukan perbuatan tercela; Notaris yang bersangkutan dapat dipulihkan haknya setelah masa pemberhentian sementara berakhir (masa pemberhentian sementara maksimal 6 bulan).
4. Melanggar kewajiban dan larangan jabatan
Notaris yang bersangkutan dapat dipulihkan haknya setelah masa pemberhentian sementara berakhir.
Dalam hal merangkap jabatan, notaris wajib mengambil cuti dan memilih notaris pengganti. Jika tidak memilih notaris pengganti, maka MPD akan menunjuk notaris lain sebaga pemegang protokol notaris. Setelah tidak lagi merangkap jabatan dapat kembali menjadi pejabat notaris.
Notaris diberhentikan dengan tidak hormat karena:
• Dinyatakan pailit atas putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum yang tetap;
• Berada di bawah pengampuan selama lebih dari 3 tahun;
• Melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan notaris;
• Melakukan pelanggaran berat terhadap kewajiban dan larangan jabatan.
Pengawasan notaris menurut UUJN (pasal 67-81) Notaris merupakan jabatan yang mandiri dan tidak memiliki atasan secara struktural, jadi notaris bertanggung jawab langsung kepada masyarakat. Pengawas notaris adalah menteri Hukum dan HAM, yang dalam rangka mengawasi notaris membentuk majleis pengawas dengan unsur:
• Pemerintah; Sebagai penguasa yag mengangkat pejabat notaris.
• Notaris; Notaris dilibatkan karena notaris yang mengetahui seluk-beluk pekerjaan notaris.
• Akademisi. Kehadirannya dikaitkan dengan perkembangan ilmu hukum, karena lingkup kerja notaris bersifat dinamis dan selalu berkembang.
Yang diawasi oleh majelis pengawas:
• Tingkah laku notaris;
• Pelaksanaan jabatan notaris;
• Pemenuhan kode etik notaris, baik kode etik dalam organisasi notaris ataupun
yang ada dalam UUJN;
Jika notaris dalam menjalankan tugasnya melakukan perbuatan yang dalam hal ini dapat dikategorikan dalam perbuaan pidana missal membuat pemalsuan tandatangan atau keterangan dan saksi fiktif maka bagi notaries tersebut juga berlaku ketentuan pidana, atau ternyata dalam menjalankan tugasnya notaris melakukan perbuatan melawan hukum maka notaris juga dapat di gugat didepan pengadilan.
Data Buku :
Pengarang : Prof. Dr. Abdul Ghofur Anshori, SH., MH
Penerbit : UII Press
Surat Kuasa Pidana
Berikut ini adalah contoh Surat Kuasa dalam Kasus Pidana, file nya dapat di unduh di link berkut ini :
Klik Disini
Daftar Alat Bukti Perkara Perdata
Berikut ini adalah contaoh daftar alat bukti dalam gugatan/gugatan rekompensi dalam perkara perdata file nya dapat diunduh di file berikut ini :
Klik Diini
Akta Pendirian Perseroan Terbatas (PT)
Berikut ini adalah contoh akta dalam pendirian Perseroan Terbatas, file nya dapat di unduh di link berkut ini :
Klik Disini